Kalau kita merasa kehilangan, setidaknya kita merasa memiliki sesuatu. Ketika momen Anyer pergi kita merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharhga. Kita merasa persahabatan itu nyata, hadir di tengah kebersamaan kita. Rasanya 3,5 tahun kebersamaan tak menghadirkan persahabatan secara messal. Persahabatan hanya dimiliki oleh segelintir orang, anggota klik atau teman nongkrong. Tapi kini berbeda semua yang duduk dalam ruangan ini merasa satu, ruang yang yang dipenuhi dengan isak tangis atau hanya germuruh yang tak dapat tumpah melalui mata.
Setelah liburan dan sekaligus acara perpisahan kelas di anyer, ada bebrapa sms yang masuk ke inbox saya masih dengan nada yang sama dan isi sms pun tak jauh berbeda. Semua bernadakan kesedihan, merasa kehilangan dan berharap momen-momen seperti itu kembali lagi. saya hanya sesekali menjawab, “kita tak perlu membangun kembali memori yang sudah ada dengan berlibur ke tempat semula, karena momen itu akan berbeda. Cukup kita simpan di hati kita masing-masing karena suatu hari saat kita rindu kita bisa membuka memori kenangan itu”.
Banyak yang heran, perjalanan 3,5 tahun bisa berubah haluan hanya dalam tiga hari. Perjalanan 3,5 tahun memang bukanlah hal singkat tetapi waktu 3,5 tahun yang terlewati bukanlah waktu yang utuh. Jam perkuliahan yang singkat dan hanya mengambil beberapa hari dari tujuh hari yang terdapat dalam satu minggu, serta faktor kepentingan yang mengharuskan pindah kelas dan menabung menyebabkan intensitas 3,5 tahun tak hadir secara utuh. Tapi tanpa sadar waktu yang tak utuh mempertemukan kita secara utuh, persahabatan yang harus menemui wujudnya ketika momen kebersamaan tak lagi banyak.
Malam itu kita duduk bersama, mengeluarkan semua unek-unek yang ada. Air mata tumpah, seolah bayang-bayang kehilangan telah hadir di pelupuk mata. Ada yang menangis sejadi-jadinya, ada yang hanya mengeluarkan air mata dan ada tetap biasa meski siapa tahu hati itu bergemuruh deras tapi tak mampu dikeluarkan melalui mata. Banyak maaf di sana, kesal, marah juga hadir dalam momen berbagi itu tapi semua itu berakhir dengan ungkapan terima kasih, ungkapan yang dipersembahkan untuk perjalanan 3,5 tahun yang indah ini.
Pegi hari kita berenang bersama, bermain bersama anak-anak ombak yang menyapu kita ke pinggir pantai bersama buih-buih lautan. Kita menyatukan ban, berpegangan tangan bersama menanti anak ombak itu datang dan membawa kita ke tapian. Ada hal yang berbeda, setelah malam itu kita mersa memiliki satu sama lain dan rasanya hari-hari ke depan akan lebih indah, meski kita tahu hidup tak stagnan di satu dimensi, berarti kita tak selalu bersama dalam suka tapi sesekali duka itu menghampiri kita.
Ketika sedang mengingat-ngingat memori Anyer, saya menyempatkan menulis sedikit salam perpisahan untuk sahabat-sahabat saya, isinya begini:

UNTUK SAHABAT
Jika hidup diibaratkan perjalanan, maka bersama kalian aku telah menjalani perjalanan panjang yang indah dan tak pernah bisa dilupakan. Perjalanan panjang yang harus berhenti ketika jalan tak lagi sama. Ada yang lelah hingga berhenti di halte sebelum perjalanan berhenti di tujuan akhir, istirahat sejenak dan memutuskan untuk kembali berjalan meski dengan kendaraan berbeda dan cerita yang berbeda. Ada yang tak sanggup meneruskan perjalanan, memutar arah dan pergi secara perlahan, meski begitu kita pernah berjalan beriringan, menepaki jalan yang sama dan memory itu tetap ada.
3,5 tahun bukanlah hal singkat, meski terkadang kita merasa terlalu cepat lembaran-lembaran kertas hidup kita habis terisi dan berganti dengan lembaran baru. Seperti baru sekali melangkah tapi telah sampai di garis finish. Siapa sangka 3,5 tahun menoreh semua rasa, duka, bahagia, senang, sedih, kesal bahkan ada yang terluka. Sumpah dalam perjalan ini tak pernah terbesit sekalipun untuk melukai siapapun diantara kalian. Aku hanya ingin menjadi bagian dari kalian, seseorang yang menempati ruang kecil dalam kotak memori kalian. Dan berharap suatu hari, saat kalian membuka kotak kenangan itu, ada aku disitu.
Terimakasih sahabat-sahabatku, terimakasih atas perhabatan yang indah ini.
MESKI LANGKAH KITA TAK LAGI SAMA, TAPI AKU YAKIN HATI TAK DAPAT DIBENDUNG OLEH RUANG DAN WAKTU DAN HATI KITA TERUS BERJALAN BERIRINGAN.

Untuk KPI B 06
Kalian sahabat terindah yang pernah aku miliki

Setelah semua terkirim melalui face book, saya belum sempat membuka FB saya, apakah ada komentar atau tidak mengenai salam perpisahan saya, tapi salah satu sahabat saya bercerita, bahwa tulisan itu mengharu biru, membuat beberapa orang menitikkan air mata. Entah benar atau tidak tapi saya merasa berarti ketika mendengar itu, dan saya bangga menjadi bagian dari kalian.

Kebiasaan yang sulit saya tinggalkan adalah berimajinasi. Entah dari mana dunia itu hadir dan terkadang mengisi sela-sela waktu kosong dalam hidup saya, bahkan terkadang merebut waktu yang telah ada dan menduduki posisi pertama untuk dijalani. Imajinasi itu tak menghadirkan sesuatu yang bermanfaat untuk umat manusia, berbeda halnya dengan para ilmuan dan penemu-penemu teknologi, berimajinasi adalah sebagian proses berpikir dan akan berakhir dengan eksperimen lalu membuahkan teori atau teknologi untuk manusia. Imajinasi dalam kamus saya adalah merenungkan hal-hal remeh yang mungkin dialami oleh banyak orang tapi mungkin juga tidak. Bukankah terkadang kita lupa bahwa hal-hal remeh melengkapi kehidupan kita yang kompleks.

Semalaman suntuk saya terus bergeliat dengan kata “ada dan tidak ada”. Semuanya berawal dari film yang saya tonton, di ending film ini seorang ayah rela mengorbankan hidupnya agar putrinya bisa hidup dengan tunangannya. Dari sinilah pertanyaan ada dan tidak ada mampir dalam benak saya. Saya mulai membayangkan jika saya pergi meninggalkan satu persatu orang yang saya kasihi, entah itu pacar, orang tua, kakak, adik, isteri atau anak. Apakah saya masih bisa melihatnya atau menjadi roh egois yang tak lagi sibuk dengan perkara duniawi, dan malam panjang saya dimulai dengan pertanyaan ini.

Saya mulai membayangkan, kamu akan menangis semalaman suntuk dalam kamar birumu, mengunci pintu rapat-rapat agar tak ada orang yang mengusik. Kamu mengumpulkan benda-benda pemberianku, mengumpulkannya menjadi satu di atas tempat tidurmu masih dengan air mata yang tak berhenti meleleh. Kamu mulai memaki, mencela dan menyalahkan aku karena pergi meninggalakanmu, kamu mengutukku dan menganggapku ingkar karena tak menepati janji untuk selalu menjagamu. Kamu luapkan amarahmu pada benda-benda pemberianku dan akhirnya kau terlelp kelelahan sambil mendekap boneka dolphin biru yang ku beri saat ulang tahunmu yang 19.

Sinar matahari membangunkanmu melalui cahaya hangatnya yang masuk melalui celah-celah jendela. Wajahmu pucat, matamu bengkak, rambutmu berantakan dan suaramu habis yang tersisa hanyalah isak, serak. Kamu duduk di depan cermin besar tampat biasa kamu bersolek sebelum menemuiku, biasanya kamu menari, berjingkrak-jingkrak, mencoba satu baju dengan baju lainnya. tapi lihatlah kini wajah pucat pasi itu tak sedap dipandang, mata itu kosong dan cermin itu memantulkan kesedihan yang mendalam. Hitungan detik cermin besar itu hancur berkeping-keping, kosmetik mahalmu mulai beterbangan menambah barantakan ruang kamarmu. Suara ketuk pintu sedari semalam tak kamu gubris, kamu mulai histeris lagi dan meraung sejadi-jadinya dan raunganmu berhenti saat peluk hangat ibumu mendekap tubumu, setelah pintu itu berhasil didobrak paksa.

Kamu mulai tenang, emosimu mulai teratur tapi mata indahmu tetap berkaca-kaca, mata itu tak pernah kering meski sejenak. Kamu mulai mencari-cari sesuatu dalam lemari pakaianmu. Baju hitam, kerudung hitam, kaca mata hitam dan payung hitam, aksesoris komplit untuk hadir dalam acara pamakamanku. Tanganmu terus mencari hingga otakmu mulai tersadar bahwa kamu tak pernah memilikinya, kamu membenci hitam seperti kamu membenci kematian dan perpisahan. Yang kamu temukan adalah biru, lagi-lagi hanya biru segunung pakaianmu dan hanya didominasi oleh biru. Lalu kamu mengenakan setelan biru bukan karena tak ada warna lagi yang tersisa di lemarimu, karena kamu percaya aku mengenakan warna yang sama sepertimu, warna biru dongker kesukaanku.

Tapi kayakinanku goyah, ragu terlalu kuat mengikis karang keyakinanku. Aku mulai bertanya apakah kamu akan menangisiku, meraung sejadi-jadinya karena kehilanganku ? Apakah kamu akan mengenangku atau melupakanku? Apakah kamu memakiku, mencelaku hingga amarahmu tak dapat lagi kamu bendung? Apakah, dan apakah seterusnya terus menghantuiku.

Mata saya mulai mengantuk dan imajinasi itu pun mulai menghilang ditelan kantuk. Pukul 02.00 pagi, memang sebaiknya saya merenahkan tubuh. Hingga ingin terlelap pun hati kecil saya masih bertanya, apakah ada dan tidak ada. Lalu saya menyempatkan menulis di secarik kertas “ SEMOGA KAU MASIH MENGENANGKU, MESKI KINI AKU TAK ADA”