Kapalmu hatimu akan berlabuh, entah di mana dan kepada siapa. Menurunkan jangkar dan menancapkannya pada karang di lautan. Mengikat tali-temali di batang kokoh dermaga. Duduk memandangi cahaya laut yang berubah keemasan, sebulat jeruk matang di ujung barat menunggu hari menjadi malam. Dan angin yang berhembus pelan menerbangkan ujung-ujung rambutmu, menembus pori-pori kulitmu membuatmu tergigil sekaligus hangat pada saat bersamaan karena lenganmu telah bertautan. Jemarinya mengisi sela sela jemarimu. Mengalirkan hangat ke hatimu.
Kapalku tak akan berlabuh, kubiarkan terus berlayar menerjang ombak kehidupan. Kadang hari-hari berlalu tanpa ombak, begitu datar sekaligus menenangkan. Burung-burung beterbangan di atas lautan, mengincar ikan-ikan. Sepasang ikan layaran bergoyang menuju matahari senja. Segerombolan lumba-lumba mengeluarkan bunyi yang indah. Kapalku tetap diam dan menyerahkannya nasibnya pada angin dan lautan.
Kapalmu hatimu akan berlabuh, entah di mana dan kepada siapa. Aku sempat percaya, kita mampu menerjang semua badai yang datang, melabuhkan kapal kita di sebuah pulau tak bernama. Menghabiskan semua-semuanya berdua. Lalu kamu memutuskan berlayar sendiri tanpa pernah kutahu alasannya. Kamu mungkin telah berlabuh, semoga begitu. Aku akan terus berlayar, menerjang badai karena satu-satunya alasanku tetap tinggal adalah kamu dan alasan itu telah mati seiring dengan kepergianmu.