Kamu
beranjak dari tempat duduk selepas memasukkan telepon genggammu ke dalam tas.
Berjalan meninggalkan meja tempat kita mengisi waktu dengan percakapan. Punggungmu
kian menjauh dari pandanganku. Aku hanya perlu mempercepat langkah untuk sampai
di sampingmu, namun jarak yang membentang itu rasanya tak mampu kukejar meski
berlari sekalipun.
Dari jarak
ini, aku bisa melihatmu lebih utuh. Menilai perasaanku kepadamu secara lebih
jernih. Dari jarak yang seharusnya dapat kukikis dengan mempercapat langkahku, aku
menyadari perasaan sayang kepadamu telah tumbuh di hatiku.
Tapi kita
berada pada kualitas diri yang berbeda. Ini bukan tentang materi, pun status
sosial, jabatan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar. Bukan pula
tentang definisi cantik dan tampan, pun tentang gaya hidup yang memisahkan
antara rumah makan di pusat perbelanjaan atau tempat makan pinggir jalan.
Ini tentang cara
kita melihat dan memperjuangkan hidup yang menempatkan kita pada kualitas yang
berbeda.
Di depan
sebuah kafe bergaya kolonial itu, kamu melabaikan tangan, mengucap kata sampai
jumpa. Di jalan menuju tempat motorku diparkirkan, aku mengucap selamat tinggal
pada harap, pada keinginan untuk bisa hidup bersamamu.