Hari ini, aku ditanya dengan
pertanyaan yang sama oleh lima orang berbeda dan mungkin beberapa hari ke
depan, akan banyak pertanyaan serupa kepadaku. “Kenapa kamu bisa jatuh hati
sama perempuan sombong itu?” begitu pertanyaan mereka. Ada yang mengganti kata
“jatuh hati” dengan suka dan ada pula yang mengganti kata” kamu” dengan
“Loe”. Tapi intinya sama, mereka ingin
tahu kenapa aku bisa menjalin hubungan dengan Namira.
Seperti mesin penjawab otomatis, aku
menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban seragam. “Aku justru menyukai
kesombongannya,” begitu jawabanku kepada mereka tanpa lupa sebelumnya memberi
senyum agar terkesan ramah.
Aku mengenal Namira dua minggu lalu,
tepatnya satu minggu memperhatikannya
dan satu minggu perlahan-lahan bisa mendekatinya. Aku dan Namira satu kantor,
namun posisi kami yang bersebrangan membuat aku baru melihatnya dan belakangan
ini mulai memperhatikannya. Aku bekerja sebagai desain grafis di sebuah
perusahaan advertising dan Namira mengisi posisi manager Accouting. Aku berhubungan dengan desain-desain dan dia
berhubungan dengan angka-angka, dua hal yang sangat berbeda.
Perjuampaanku dengan Namira sungguh
biasa saja. Aku sedang merokok di dekat pintu masuk kantor lalu Namira lewat di
depanku. Tidak ada kata permisi atau senyuman yang keluar dari bibirnya ketika melewatiku,
pandangannya lurus ke depan dan tidak memerhatikan sekelilingnya. Sejak saat
itu, setiap pagi aku memutuskan untuk selalu merokok di dekat pintu masuk
kantor agar bisa melihatnya.