Dunia Aira

Ia terus berbicara, mencoba menghabiskan kosa kata yang tak kunjung habis dari bibirnya. Terus berbicara tanpa henti, kadang tertawa terpingkal-pingkal atau hanya senyuman yang tersungging di bibirnya, terus berbicara hingga lelah menggrogoti sekujur tubuhnya lalu menyerang matanya, menjatuhkan berton-ton benda ke pelupuk matanya dan membuatnya terkantuk, seketika ia pun berhenti berbicara, itulah saat dimana kau bisa melihatnya diam.

Entah sejak kapan gadis manis itu terus berbicara, membicarakan hal yang tak terjamah otakku. Berbicara tentang bunga mawar yang terus mengajaknya mengobrol tentang keindahan warna dan kelopaknya yang mekar dihiasi duri di tangkainya. Ia terus berbicara dan aku membiarkannya terus bercerita tentang hal yang tak pernah kumengerti, hanya dengan mendengarkannya ia akan merasa senang atau mungkin suatu saat aku akan mengerti kemana alur ceritanya dan mengerti dunia yang tak pernah singgah di otakku.

Dia sama dengan anak 10 tahun lainnya, hanya saja porsi untuk dunianya sendiri lebih besar dari pada dunia bersama anak-anak lainnya. Jangan menganggapnya autis, karena dia mampu berinteraksi dengan anak sebayanya, bercanda, berlarian, meski hanya sebentar lalu berlari sendirian, memetik bunga di taman, memberi makan ikan di kolam yang terdapat di halaman rumah dan hanya lelah yang amat sangat yang mampu membuatnya terdiam. itu alasan mengapa aku menganggpnya memiliki porsi lebih banyak untuk dirinya sendiri, bukan autis.

Tak banyak waktu yang kuluangkan untuknya, dari hitungan jam hanya satu atau dua jam aku bersamanya, bahkan tak jarang aku menemukannya sudah terlelap. 24 jam selalu menjadi hal terberat dalam hidupku untuk menemaninya, hari libur tak lantas menjadi porsi waktu yang utuh untuknya. Mungkin itu yang membuatnya menjadi penyendiri, kesepian yang menikam menuntutnya untuk selalu tertawa dan kesendirian dalam ruang khayalnya yang mampu mengobati kesepiannya, mungkin itu tapi mungkin juga bukan.

Sesekali dari rentetan malam yang hadir, aku duduk di sampingnya, tidak me-ninabobo-kannya hanya menemaninya saja, dia tak butuh lagu indah atau dongeng untuk tertidur, kelelahan dengan sendirinya akan membuatnya tertidur dan saat itulah aku bisa melihatnya secara utuh. Sesekali aku menghapus peluhnya, petualangan dalam mimpinya mugkin begitu seru hingga badannya terus bergerak ke kanan dan segala sisi, lalu terdiam dan bergerak lagi.

Hingga kini, setelah sepuluh tahun yang panjang, aku tak bisa menemukannya secara utuh kecuali dalam tidurnya.

Selamat tidur adik kecilku, AIRA.

Penikmat kopi hitam

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar