Tak ada yang sempurna, tak ada yang terbaik dan tak ada yang paling bahagia. Terbaik bagi seseorang bisa jadi terburuk buatmu. kebahagiaan bagi seseorang, bisa jadi kesedihan buatmu. Semua relatif, bermain dalam kotak pikir individu.
Yang kamu pikir maksimal bisa jadi belum cukup buatnya. Yang terbaik menurutmu, mungkin tak berarti apa-apa buatnya. Mungkin seseorang yang kamu anggap istimewa, menganggapmu biasa.
Tak ada patokan, tak ada ukuran, yang ada hanyalah individu-individu…
“Pernahkah kamu mencintai seseorang, saking cintanya hingga takut memilikinya”
Tak ada yang menafikan bahwa setiap orang ingin bahagia tapi juga tak bisa dinafikan bahwa kita juga ingin membahagikan orang yang kita cintai. Pergolakan menuju ke arah sana begitu berat tak cukup berakhir lewat kata.
Untuk pertama kalinya dalam hidup saya mencintai seseorang begitu besar, saking besarnya hingga takut memilikinya.
Saya juga tidak tahu kenapa begitu cepat perasaaan ini bergulir, saya ingin pelan-pelan, ingin memberi hati saya kesiapan untuk kembali mencinta setelah sekian lama kosong. Saya takut, cinta yang tumpah ruah ini malah kering kerontang di tengah jalan.
Tak pernah ada yang tahu hidup akan membawa kita pada roda yang mana, hidup selalu menjadi misteri. Begitu pun hubungan saya dengan dia, tak ada yang bisa menjamin saya untuk bisa membahagiakan dia atau tidak, semua masih misteri dan terlalu dini untuk mengkalkulasi.
“lo coba membahagiakan dia menurut persi lo, menggunakan cara lo . Tapi lo harus sadar, dia gak akan selalu bahagia bersama lo. Lo gak bisa selalu membahagiakan dia, bahkan lo kadang melukai dia. Yang terpnting sekarang, ajak dia untuk membangun hubungan ini, membangun kebehagiaan bersama-sama, dia layak untuk ambil peran dalam mebahagiakan pasangannya. Egois kalo lo hanya berpikir sendiri tanpa pernah melibatkan dia,” kata sahabat saya.
Anes benar, saya nggak selalu bisa membahagiakan dia. Pasti ada saat dimana dia tidak bahagia dengan saya, ada saat dia merasa terluka oleh saya. Saya bukan siapa-siapa yang bisa menjanjikan kebahagiaan. Terlalu naif jika saya menjanjikan hal itu. Saya ingin mencoba, saya ingin membangunnya bersama-sama dengan dia. Saya ingin dia bahagia-selalu.
Amin...
02:32-23/11/11
Pernahkah kau menginginkan seseorang—tapi tidak ingin memilikinya? –theoresia-
Benarkah ini bentuk dari kebebasan atau justru keegoisan. Membebaskan seseorang untuk meraih cintanya, membiarkan dia terbang bebas dan singgah di (hati) mana pun dia suka. Memberikan kepercayaan bahwa cinta memilih seseorang bukan seseorang yang memilih cinta, sehingga kita dipilih (cinta) bukan memilih.
Tapi bukankah cinta diam-diam adalah egois. Mencintai seseorang tanpa pernah menyatakannya. Melepasnya tanpa berusaha memilikinya. Mencurahkan sesuatu yang samar-samar, bersebunyi dibalik manisnya persahabatan-temen curhat –tempat sampah. Meringkuk pesakitan di belakangnya dan tersenyum manis di hadapannya.
Benarkah ini ketulusan atau jutru ketakutan. Bukankah tak ada yang bisa menjamin seseorang untuk bahagia, begitu pun tak ada yang bisa menjamin-melepaskannya akan membuat dia bahagia. Setipis ini kah perbedaannya, sehingga sedikit saja hentakan membuatnya robek.
Tapi bagaimana pun kehilangan tetap saja menyakitan. Bukan perkara tolak-menerima, itu berada dalam ranah lain. Jalinan persahabatan-pacaran memberikan garis yang berbeda. Ada yang hilang dalam memiliki.
Mungkin tak perlu memaksakan, menikmati cinta diam-diam atau memiliki sekaligus kehilangan…