Aku memandangi Ibu yang sedang
berdiri di halaman belakang rumah sambil mengadahkan tangan ke langit. Mulutnya
komat-kamit, kusebut begitu karena aku tak paham apa yang dibicarakannya dan
bahasa yang digunakannya pun terdengar aneh. Jarakku dengan ibu tak lebih dari
tiga meter, aku sedang duduk di saung tempat kami menghabiskan waktu bersama
jika sore tiba. Sekadar bercakap-cakap atau mengerjakan kesibukan
masing-masing.
Tiba-tiba ibu bersimpuh,
tangannya masih saja mengadah ke langit. Aku hampir saja turun dari saung dan
hendak menghampirinya. Kupikir, ibu kelelahan dan hendak jatuh tapi telapak
tangan kanannya melambai ke belakang, memberi isyarat untukku agar diam saja
dan tak perlu mencampuri urusannya. Matahari terik sekali sore itu, saat ibu
menjatuhkan kepalanya di atas rumput, hujan turun satu-satu. Tak ada awan
gelap, tak ada mendung, matahari masih saja terik dan hujan tetap turun dengan
tenangnya.