Aku masih saja berbicara mengenai kenangan. Ada hal-hal yang memang tidak tercatat baik dalam hidup kita. Ada semacam upaya untuk menghapus hal-hal buruk dan menggantinya dengan hal indah agar hidup kita tetap bisa berjalan sambil merapal mantra semua akan baik pada waktunya. Kita berupaya membohongi hidup kita, mencoba menghibur diri dan mencoba menepis bahwa hidup harus berbicara tetang yang indah-indah saja. Bahagia-bahagia saja. Ada semacam kesadaran yang kita tutupi, semacam pelarian dari kenyataan pahit yang kita temui dalam hidup.

Aku mencoba mencatat segala hal, tentang kesedihan yang mudah diingat dan tentang kebahagiaan yang seringkali terlupakan. Tentang kesedihan, kuberikan porsi lebih banyak. Bukankah kesedihan mampu ditangisi berkali-kali tetapi kebahagiaan akan sangat membosankan jika ditertawai berulang-ulang kali. Aku juga berupaya untuk menghadapi ketakutan-ketakutanku, menghadapi hal pahit dan tidak berupaya untuk menutupinya dengan dinding tebal kebohongan.


Aku tidak lupa untuk mengemasi barang-barangmu yang masih tertinggal di kamarku. Beberapa helai pakaian dan buku-buku teori komunikasi yang kamu baca saat mengerjakan skripsimu di kamarku. Aku hanya malas melakukannya. Kamu tahu betul diriku, aku malas dalam segala hal. Jangankan merapikan barang-barangmu, mengirimkan atau mengantarkannya langsung ke kosanmu, merapikan kamarku saja malas sekali rasanya.

Aku tidak ingat kapan terakhir kali mengepel lantai kamarku, sudah sedikit lengket tetapi belum terasa sangat mengganggu. Aku tidak menyukai binatang tetapi kubiarkan saja laba-laba membuat sarang di rak bukuku dan belum berpikir untuk mengusirnya apalagi membersihkan sarangnya. Biasanya, kamu yang melakukan hal itu. Mengepel lantai, membersihkan jaring laba-laba pada rak bukuku dan mengganti seprai yang baunya sudah bercampur dengan parfum dan keringat tubuhku. Tentu saja, kamu melakukan itu dengan gerakan tangan yang cekatan dan mulut yang tidak berhenti mendumel.