Sebagaimana
wajah kota yang berubah, wilayah-wilayah penyangga ikut berubah. Tak hanya kota
yang bersolek, kota-kota di sekitarnya yang dihuni para pekerja yang memilih
menetap di sana karena biaya hidup lebih murah dibanding hidup di ibu kota,
turut bersolek. Kecamatan, desa, perkampungan, mengubah wajahnya, entah karena
tuntutan zaman agar terlihat lebih modern atau hidup semestinya berubah. Orang-orang
berubah.
Namun ada
hal-hal yang tak berubah meski digerus zaman, katanya. Kupikir yang tak berubah
hanya ingatan yang mengekal di kepala seperti ingatan sebuah danau di
perkampunganku. Dulu, jauh sebelum bangunan-bangunan berdiri di pinggirnya, begitu
banyak pohon-pohon kirai. Kau akan dengan mudahnya menemukan ikan gabus di
sana. Lalu, satu bangunan dari triplek berdiri – entah siapa yang membangunnya-
kedai penjual makanan, tumbuh satu lagi, lagi, lagi, hingga kau dapat melihat
danau akibat terhalangi bangunan-bangunan itu.
Kini
bangunan semi permanen itu telah lenyap, digantikan bangunan permanen yang
dibuat dari semen. Pedagangnya pun silih berganti, ada yang bertahan lama, ada
yang begitu mudahnya menyerah dan digantikan orang baru. Yang tak berubah sejak
saat itu hanya satu, kau tak lagi bisa melihat danau secara langsung karena
tertutupi bangunan-bangunan itu.
Melihat
danau itu, aku melihat sepasang kaki kecil berjalan setengah berlari di
pinggirannya. Bocah berseragam putih merah berjalan cepat-cepat, padahal pagi
belum rampung sepenuhnya, matahari masih enggan, tapi anak itu terburu-buru,
takut terlambat datang ke sekolahnya. Mengayun ringan langkah kakinya,
menyusuri lengang jalan. Jarak dari bibir gang menuju sekolahnya cukup jauh,
tak heran jika banyak anak-anak memilih menggunakan angkutan perkotaan daripada
berjalan kaki. Tapi anak itu tak suka naik angkot, lebih suka berjalan.
Berjalan sendirian tentunya.
Melihat
danau itu, aku melihat diriku. Barangkali benar, ada begitu banyak hal yang
berubah, tubuhmu, cara pandangmu, kehidupanmu, tapi ada hal-hal yang tetap
bertahan dan tak hilang dari dirimu. Seperti menyusuri sunyi menuju sekolahku,
sepertiku yang tetap menyukai sunyi hingga hari ini.
0 comments:
Posting Komentar