Jalan itu
pernah menjadi tempat kaki kita berpijak. Menyusuri lengang beriringan, saling mengenggam.
Langkah-langkah kita terhapus langkah-langkah kaki manusia lainnya. Jejak kita
terhapus hujan. Dijatuhi dedaunan pada musim kemarau. Dilintasi zaman yang
terus bergerak ke depan. Tapi, setiap kali menyusuri jalan itu, aku kembali
hidup di masa lalu. Aku melihatmu yang kini tak lagi bersamaku.
Kursi itu pernah
menahan beban tubuh kita. Kali pertama kamu mencuri kecup di pipiku. Kali
pertama mengabadikan foto bersama dengan telepon genggam seadanya. Jejak tubuh
kita terhapus tubuh-tubuh lain di kursi itu. Pemandangan di malam itu, disaksikan
manusia-manusia lainnya. Menu yang kita pesan, dipesan dan dinikmati sepasang
lainnya. Tapi, foto buram dengan latar warung
beranyam bambu itu hanya memuat kita dan masih kusimpan sampai hari ini.
Terminal itu
dipadati manusia-manusia. Dihuni kendaraan-kendaraan. Tempat mengantar
kepergiaan banyak orang. Tempat menjemput kedatangan banyak orang. Kursi
berwarna biru di dekat warung itu pernah menjadi tempat berhentiku, menunggumu
datang. Warung di dekat loket itu pernah menjadi tempatku berdiri, menunggumu
bus membawamu pergi. Tapi, pada setiap kepergianmu, harapku terus tumbuh. Kita
akan berjumpa lagi, bersama lagi.
0 comments:
Posting Komentar