Sesampainya di rumah, saya langsung menyalakan televisi hal yang jarang sekali saya lakukan di sore hari. Biasanya saya masih beraktivitas di kampus entah itu ngopi bareng temen-temen atau menjalani kegiatan di organisasi. Malam selalu menemani langkah saya pulang ke rumah, enggan rasanya menghabiskan senja di rumah lembayung kekuningan itu lebih nikmat jika disantap bersama-sama teman dari pada menikmatinya dalam kotak bernama rumah. Tombol remote tv saya tekan berkali-kali mencari acara yang menarik untuk ditonton, setelah beberapa kali merubah channel tiba-tiba tangan saya berhenti pada salah satu program pencarian orang baik di Indonesia. Tujuannya mungkin untuk membuktikan bahwa untuk menjadi baik tidak harus kaya karena target dari acara ini adalah orang-orang yang tidak mampu dan terpenting untuk menunjukkan masih ada orang baik di muka bumi ini yang penuh dengan tindak kejahatan dimana-mana. Mungkin.
Acara itu menampilkan seorang nenek yang sedang menangis, mengadu pada orang-orang bahwa belanjaan yang telah ia beli diambil orang dan dengan kesedihan yang nampak dibuat-buat si nenek meminta bentuan kepada orang lain untuk membelikan belanjaannya yang dicuri tadi agar si nenek tidak dimarahi majikannya ketika pulang ke rumah. Disitu diperlihatkan sulitnya mencari orang yang mau membantu, berkali-kali si nenek ditolak dan pada akhirnya si nenek menemukan sang manusia baik hati yang mau membantunya, dibelikanlah si nenek belanjaan tersebut. Dan di akhir acara sang penolong tersebut diberi uang oleh tim program tersebut.
Melihat acara tersebut sontak membuat saya teringat pada kejadian beberapa bulan lalu. Saya teringat pada ibu-ibu penjual pecel, pecel ini bukan pecel lele tapi isinya sayur-sayuran seperti daun singkong, bayem, di tambah bakwan dan disiram dengan bumbu kacang yang pedas dan jadilah saya seorang vegetarian dadakan saat itu. Sambil melahap jajanan pengganjal perut itu saya berbincang-bincang santai dengan ibu penjual pecel itu, di situlah saya tau bahawa si ibu pecel itu yang lupa saya menanyakan namanya berjualan pecel sebelum saya lahir, tahun 80an tepatnya.
Spontan saya bergurau “Wah nggak punya duit nih bu, boleh minta nggak?”.
Si ibu pecel tadi langsung jawab “ kalo minta sih boleh mas”
“ Minta sih gratis tapi habis makan bayar, iya kan bu? Tanya saya
“Ya nggak lah mas, kalo minta seh saya kasih, tapi nggak banyak mas”
“Emang nggak takut rugi bu?
“Namanya saling tolong mas, dulu waktu pertama ke Jakarta juga saya kalo nggak punya duit ya minta mas”
Deg, hati saya saat itu seperti terkena bogemen cukup keras. Bagaimana mungkin si ibu penjual pecel itu rela memberikan pecel gratis di tengah keadaan ekonominya yang tak juga baik. Penghasilannya mungkin tak seberapa dari berjualan pecel, tapi kebaikannya mengajarkan saya satu hal bahwa menjadi baik tak harus menunggu kaya.
Saat itu saya menjadi yakin, masih banyak orang baik di bumi ini. Dan mudah-mudahan kita salah satu diantaranya.
Acara itu menampilkan seorang nenek yang sedang menangis, mengadu pada orang-orang bahwa belanjaan yang telah ia beli diambil orang dan dengan kesedihan yang nampak dibuat-buat si nenek meminta bentuan kepada orang lain untuk membelikan belanjaannya yang dicuri tadi agar si nenek tidak dimarahi majikannya ketika pulang ke rumah. Disitu diperlihatkan sulitnya mencari orang yang mau membantu, berkali-kali si nenek ditolak dan pada akhirnya si nenek menemukan sang manusia baik hati yang mau membantunya, dibelikanlah si nenek belanjaan tersebut. Dan di akhir acara sang penolong tersebut diberi uang oleh tim program tersebut.
Melihat acara tersebut sontak membuat saya teringat pada kejadian beberapa bulan lalu. Saya teringat pada ibu-ibu penjual pecel, pecel ini bukan pecel lele tapi isinya sayur-sayuran seperti daun singkong, bayem, di tambah bakwan dan disiram dengan bumbu kacang yang pedas dan jadilah saya seorang vegetarian dadakan saat itu. Sambil melahap jajanan pengganjal perut itu saya berbincang-bincang santai dengan ibu penjual pecel itu, di situlah saya tau bahawa si ibu pecel itu yang lupa saya menanyakan namanya berjualan pecel sebelum saya lahir, tahun 80an tepatnya.
Spontan saya bergurau “Wah nggak punya duit nih bu, boleh minta nggak?”.
Si ibu pecel tadi langsung jawab “ kalo minta sih boleh mas”
“ Minta sih gratis tapi habis makan bayar, iya kan bu? Tanya saya
“Ya nggak lah mas, kalo minta seh saya kasih, tapi nggak banyak mas”
“Emang nggak takut rugi bu?
“Namanya saling tolong mas, dulu waktu pertama ke Jakarta juga saya kalo nggak punya duit ya minta mas”
Deg, hati saya saat itu seperti terkena bogemen cukup keras. Bagaimana mungkin si ibu penjual pecel itu rela memberikan pecel gratis di tengah keadaan ekonominya yang tak juga baik. Penghasilannya mungkin tak seberapa dari berjualan pecel, tapi kebaikannya mengajarkan saya satu hal bahwa menjadi baik tak harus menunggu kaya.
Saat itu saya menjadi yakin, masih banyak orang baik di bumi ini. Dan mudah-mudahan kita salah satu diantaranya.
0 comments:
Posting Komentar