Satu tahun
aku mengumpulkannya. Kamu tahu, bukan perkara sulit untukku merangkainya menjadi
satu. Setiap kali serpihan-serpihan itu hadir, aku menyimpannya. Menuliskannya
kembali dalam lembaran-lembaran kertas warna-warni. Tak ada spesifikasi warna
dan warna tak mewakili apa yang tertulis di dalamnya.
Aku tak tahu
berapa jumlah pastinya. Seperti kukatakan sebelumnya, jika serpihan itu hadir
aku menulisnya. Tak pernah sehari pun aku melewatkannya. Ada masa di mana aku
menulis puluhan kali dalam sehari. Tetapi ada masa di mana aku hanya menulis
sekali, lalu berdoa dan menangis. Kalau kamu nanti melihatnya dan mungkin
membacanya, percayalah, itu tak sebanding dengan doa yang mengalir dari
bibirku.
Aku tak pernah
yakin bisa menjalani hubungan jarak jauh dengan seseorang. Bagaimana pun, kecanggihan
teknologi seperti telepon genggam dan media sosial hanya membuat kita merasa
dekat. Tidak benar-benar dekat. Tapi itu semua terbantahkan ketika bertemu
denganmu. Untuk pertama kalinya aku yakin bisa menjalaninya denganmu.
Ketika kamu
mengatakan mendapat penempatan kerja di Aceh, aku diam. Menggenggam tanganmu
erat dan tersenyum. Aku selalu ingat kata-katamu, perjalanan yang berliku ini
akan menghadiahkan sesuatu yang tak terduga dan semua akan indah pada waktunya.
Hari ini aku akan
menjemputmu di bandara. Membawa kertas warna-warni yang berisikan coretan tiap
kali aku merindukanmu. Sekotak rindu yang kurangkum setahun penantian ini. Pecayalah, ini bukan apa-apa. Banyak hal yang
tidak bisa diucapkan dan dituliskan. Kamu tahu itu.
0 comments:
Posting Komentar