Sabtu malam, pertengahan September tahun lalu, Icha menelponku. Tawanya masih saja renyah seperti minggu lalu, seperti anak kecil yang baru terlahir, tanpa beban dan tanpa penyesalan. Icha menceritakan apa saja, mulai dari kuliah hingga kedekatannya dengan seseorang. Seminggu ini, kami tak berkomunikasi, aku sibuk dengan liputan regular ekonomi dan laporan utama. Sedangkan Icha, sibuk dengan kuliahnya di awal semester, banyak materi baru yang harus dipelajarinya. Aku hanya terdiam, menanggapi ceritanya dengan sesekali ooh, lalu membiarkannya bercerita kembali. Setelah tiga menit, Icha terdiam. Ada jeda beberapa detik sebelum kata-kata kembali keluar dari bibirnya. “Ada yang salah ya, koq kamu diem terus sih dari tadi,” katanya melemparkan pertanyaan kepadaku. “Aku gak tau Cha harus ngomong apa, semua tiba-tiba gelap. Aku [.....]
Jika ada sahabat pena, mungkin kita sahabat media sosial (SocMed). Perjumpaan kita berawal dari twitter, bertukar kontak melalui direct message, berkirim pesan melalui WhatsApp, telpon-telpon rutin dan beberapa pertemuan panjang. Tapi tunggu dulu, aku lupa kalau kita tak ingin melabelkan apa-apa atas hubungan ini, cukup lah hati yang menilai. Seperti obrolan kita seminggu lalu, kita tak ingin tergesa-gesa, kita punya banyak waktu untuk menilai, berfikir dan kita menikmatinya. Kamis pertama bulan September tahun lalu, jam sepuluh lewat dua menit kamu menelponku. Satu menit pertama tak ada obrolan, hanya suara tawamu yang renyah dan ketukan wajan dari penjual nasi goreng yang kutaksir lewat depan kostanmu. “Wait for a minute, aku deg-degan bilangnya,” katamu dan tarikan nafas yang terdengar [.....]
Terima kasih untuk hari ini; Mungkin kamu heran mendapati perubahanku secara tiba-tiba. Tiba-tiba diam dan hanya tersenyum kecil saat menjawab pertanyaanmu. Aku tak ingin menjadi manusia yang selalu baik di hadapanmu, bersembunyi di balik topeng kepura-puraan. Aku tak ingin menyembunyikan apa-apa. Ini lah keburukanku, berpikir dalam diam hingga seringkali melupakan sekitar. Aku tak ingin suatu saat nanti, jika kita ditakdirkan untuk bersama kamu mendapatiku seperti orang lain, seseorang yang manis beberapa waktu sebelum [.....]
Serentetan pesan singkat memberondong di WhatsApp grup rekan-rekan kantor. Meski sudah mengundurkan diri sejak akhir tahun lalu, saya masih tetap bergabung. Buat saya itu adalah hiburan tersendiri, ada saja hal-hal lucu yang dilakukan teman-teman. Mulai dari curhat kerjaan hingga preskon hubungan [.....]