Terima Kasih Untuk Hari Ini #Anisa


Terima kasih untuk hari ini;
Mungkin kamu heran mendapati perubahanku secara tiba-tiba. Tiba-tiba diam dan hanya tersenyum kecil saat menjawab pertanyaanmu. Aku tak ingin menjadi manusia yang selalu baik di hadapanmu, bersembunyi di balik topeng kepura-puraan. Aku tak ingin menyembunyikan apa-apa. Ini lah keburukanku, berpikir dalam diam hingga seringkali melupakan sekitar. Aku tak ingin suatu saat nanti, jika kita ditakdirkan untuk bersama kamu mendapatiku seperti orang lain, seseorang yang manis beberapa waktu sebelum kita bersama. Ada baiknya kamu mengetahuinya sekarang, sehingga kamu memiliki banyak waktu untuk berfikir melanjutkan atau berhenti pada kata teman.

Terima kasih untuk hari ini;
Untuk tak mengeluh meski jenuh. Kamu dua  kali menanyakan apakah aku baik-baik saja. Aku menjawab dengan anggukan dan senyum sekilas. Pada pertanyaan ketiga, yang masih kujawab dengan anggukan, kamu memasukkan iPad kedalam tas, meletakkan dua buah telpon pintarmu di sebelah kanan meja dan menatapku. Lagi-lagi aku tersenyum, meyakinkanmu bahwa aku tidak apa-apa. Kamu membalas senyuman, lalu berdiri dan pergi meuju toilet. Aku melihat punggungmu perlahan menjauh, ada rasa kehilangan meski kutahu kamu hanya pergi sebentar.

Terima kasih untuk hari ini;
Kamu duduk kembali setelah 11 menit menghilang dari hadapanku. Aku hanya menatap wajahmu tanpa kata. Kamu menjadi kikuk seketika. “Kenapa menatapku seperti itu,” katamu dengan wajah memerah. “Tak apa, hanya memastikan kamu kembali,” kataku pelan lalu menyeruput kopi hitam yang isinya telah berkurang setengah.

Terima kasih untuk hari ini;
Untuk tak pergi meski sunyi. Tiba-tiba kamu memasukkan dua telepon genggammu ke dalam tas. Menanyakan apakah aku ingin sendiri, jika iya maka kamu akan pergi dan memberikan waktu untukku sendiri. Aku mengatakan tidak, aku senang kamu disini, aku senang melihat kamu tersenyum, dan aku butuh itu. Lalu kamu duduk kembali, mengeluarkan dua telpon genggammu dan mengotak-atiknya.

Terima kasih untuk hari ini;
Aku kembali meneguk kopiku yang dingin. Melihatku menatap wajahmu, kamu meletakkan kembali telponmu di atas meja. Menunggu kata-kata keluar dari mulutku. “Orang-orang di luar sana menyebutnya PDKT, aku tak tahu harus melabelkan apa untuk kedekatan ini tapi yang jelas aku tidak dekat dengan siapa-siapa kecuali kamu. Aku tak ingin menjual kelebihanku di hadapanmu juga  tak ingin berusaha terlihat hebat di matamu. Aku ingin kamu melihat kekuranganku, kelemahanku dan sifat burukku. Tak ada yang ingin aku tutup-tutupi, aku menunjukkan secara jelas kepadamu agar kamu bisa memilih untuk melanjutkan atau mundur perlahan,” kataku yang hanya kamun balas dengan senyuman.

Terima kasih untuk hari ini;
Untuk senyuman dan penerimaan. Kamu  mengambil segelas air putih, menungkan air mineral hingga penuh, meminumnya setengah  lalu memindahkan seluruh sisanya ke gelas kopiku yang hampir habis. “Kamu lihat gelas tadi, ada saat dimana ia berlebih, berkurang setengah lalu kosong. Begitu pun kita, tak ada yang baik-baik saja. Ada saat dimana kamu harus menerima kelebihan dan kekurangan serta berada di tengah-tengahnya. Jika pertanyaan itu aku berikan kepadamu, apakah kamu siap menerima keburukanku. Mulai hari ini mari kita berjanji untuk tidak menutupi apa pun,  karena bukan cuma aku yang harus memutuskan untuk terus berjalan atau berhenti, kamu juga,”.

Terima kasih untuk hari ini;
Kita tak ingin tergesa-gesa, jika tuhan memberikan kesempatan  kita untuk bersama, kita akan mensyukurinya. Jika tidak, kita belajar untuk tak menjadi orang lain dan bersembunyi di balik topeng-topeng kemunafikan.

Terima kasih untuk hari ini;
Untuk esok, lusa dan hari-hari setelahnya.

Untuk Annisa, aku ingin jatuh sebanyak-banyaknya,
berulang-ulang kali, hingga muak,
hingga tak ada lagi alasan untuk meninggalkan.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar