Saya cukup kaget melihat perubahannya. Entah apa dan mengapa dia
berubah menjadi sosok yang lebih serius dari sebelumnya. Apakah hidup yang
keras sehingga membuatnya juga menjadi sedikit lebih keras. Kami sudah jarang
bertemu, bukan karena masing-masing dari kami sibuk tetapi dia sungguh sibuk
dan saya masih tetap bekerja dalam kondisi yang sangat santai. Tidak mau
terikat dengn sebuah perusahaan, kalau pun iya, kesepakatan awal, saya hanya
ingin bekerja 10 hari dalam satu bulan.
Kami terbiasa bekerja dengan santai, dalam artian tidak terikat
oleh tempat dan waktu. Ada fase di mana kami tidak tidur selama satu minggu.
duduk di depan layar komputer, menenggak kopi bergelas-gelas dan mengahabiskan
beberapa bungkus rokok untuk menyelesaikan proyek penulisan. Ada waktu di mana
kami menolak tawaran pekerjaan. berapa pun besar tawaran itu, kami tetap
menolak. Kami mencoba mencukupkan diri, tidak ingin hidup melulu tentang kerja
dan itu membuat kami lebih menikmati hidup. suatu hari dia menghilang,
menghindari kontak dari teman-teman, termasuk komunikasi dengan saya.
“Gue kayak ketemu astronot, yang ngerakit pesawatnya sendiri untuk
bisa sampe ke bulan. Seorang astronot dadakan tapi nekatnya nggak ketulungan.
Gue masih berpijak di bumi dan lo udah hampir sampe di bulan. Lo baik-baik
aja?” kata saya sambil menyikut sikunya.