Obat Merah


gambar dipinjam dari sini
“Aku belajar melepas. Belajar menerima kehilangan. Aku tak tahu bagaimana  mengobatinya, dia bukan serupa luka setelah mengalami kecelakaan yang dapat diberi obat merah lalu diperban. Aku tak bisa menyentuhnya, mendeskripsikannya saja aku tak mampu. Aku ingin berpura-pura lupa, membiarkannya hilang perlahan. Namun, rasa sakit itu ada. Nyata.”
Aku membaca berkali-kali pesan singkat dari temanku. Mencoba menemukan kata yang pas untuk menjawab pesan singkatnya. Namun, seberapa keras pun aku berpikir, aku tak juga menemukan jawaban.
Kita dihadapkan banyak perpisahan, pertemuan seringkali luput dalam ingatan. Tengoklah bandara, bermainlah di sana. Kamu akan menemukan perpisahan. Ribuan tatapan dengan ragam makna. Kebahagiaan, harapan dan kehilangan tumpah ruah di sana. Ketika genggaman harus dilepaskan, cerita-cerita baru siap dimulai.
Aku membayangkan kau pergi ke sana. Melihat ribuan wajah berlalu lalang. Melihat kekecewaan dan harapan bergumul jadi satu. Anggap saja salah satu dari mereka adalah dirimu. Saat kau melihat seseorang melepaskan genggaman, pelukan dan lambaian tangan ketika berpisah, menangislah. Seseorang harus belajar melepas, bagaimanapun kepergian tak bisa dielakkan. Kau hanya perlu menerima.
Berat? Ya, sungguh berat. Tak mudah menerima kehilangan. Tak mudah melepaskan. Tapi belajar menerima adalah proses hidup yang harus kau lakukan.
Kau juga dapat menemukan harapan. Cerita tentang seseorang yang menunggu kekasih, sahabat atau keluarga datang setelah waktu memangkas perjumpaan mereka. Mungkin kau akan melihat seseorang datang tergesa-gesa. Mengenakan baju tidur yang tak sempat dia ganti. Dia tahu, dia hanya perlu datang, menunggu di bandara, membawa sebuah kertas bertuliskan nama. Sebuah pelukan hangat sudah menantinya. Dia tak perlu berdandan cantik, di mata kekasihnya, dia selalu cantik. Laki-laki yang ditunggunya telah buta terhadap perempuan lain. Aku membayangkan kamu menyaksikan hal itu, menghirup harapan, melihat hangatnya sebuah pelukan dan melupakan kehilangan.
“Kamu nggak akan mengerti. Kamu nggak merasakan apa yang aku rasakan.” Barangkali, itu jawaban yang akan kamu berikan kepadaku.
Setiap mahkluk diciptakan dengan keunikannya masing-masing. Aku tak akan bisa menanggung beban hidupmu, begitu pun sebaliknya. Kita tidak ditakdirkan menanggung beban orang lain. Kita mungkin bisa meringankan, bukan mengambil alih seluruh beban dan menanggungnya dalam pundak kita.
“Mungkin kamu butuh kopi. Aku jemput di kantormu pukul 5,” jawabku.
Aku tak tahu akan mengatakan apa, yang kutahu, cerita ini akan panjang. Malam ini akan lebih panjang dari malam-malam sebelumnya. Kupikir, tak apa sesekali meminjamkan bahu untuk seseorang bersandar. Meski aku tahu, kau hanya perlu tempat bersandar, bukan hati untuk berlabuh.

*Gambar dipinjam dari sini


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar