Bulan Separuh



Lelaki itu hanya diam ketika melihat perempuan yang paling dicintainya meninggalkannya di teras rumah sendirian. Dia bahkan tak berani untuk memintanya untuk tetap tinggal dan menemaninya mengobrol. Sebenarnya, dia sudah menyiapkan bahu terhangat yang dia miliki untuk perempuan itu bersandar. Dia juga sudah latihan menyela jemarinya dengan tangannya sendiri agar tidak kaku ketika nanti menyisipkan jari-jarinya di jemari perempuan itu. Tapi lelaki itu hanya diam dan hanya bisa menatap punggung perempuan itu dengan rasa penyesalan lalu membiarkan perempuan itu menutup pintu rumahnya.

“Aku bosan menatap bulan separuh,” kata peremuan itu sebelum meninggalkannya. Lelaki itu heran, bagaimana bisa sesuatu yang paling perempuan itu sukai dalam hidup seketika menjadi hal membosankan untuknya. Seperti kamu mencintai seseorang dengan segenap jiwa, namun ketika terbangun dari tidur tidak ada sedikit pun yang membekas. Ia raib begitu saja. Menguap bersama udara.

Perempuan itu mencintai bulan separuh. Lelaki itu tahu betul, bulan separuh baginya semacam tiket istimewa untuk bisa menghabiskan waktu bersama perempuan itu. Pada malam lain, perempuan itu akan menghabiskan waktu bersama laki-laki lain yang dia cintai. Tidak pernah ada satu lelaki pun yang mau menemaninya menghabiskan waktu hanya untuk melihat bulan separuh, tidak pula kekasihnya yang amat dia cintai.

Lelaki itu pulang ke rumahnya dengan gontai. Dia terus berpikir bagaimana cara untuk bisa menghabiskan waktu bersama perempuan yang amat dia cintai, namun satu-satunya kesempatan yang dia miliki telah musnah.

Sesampainya di rumah, dia merebahkan tubuhnya pada kasur tipis yang busanya hampir habis. Lampu kamar sengaja dia matikan, agar tidak ada seorang pun yang tahu jika dia sedang bersedih.  Namun cahaya dari dalam lemari pakaiannya terus saja mengusiknya, dibukanya lemari itu dan menemukan sepotong bulan dalam stoples  yang dia curi empat hari lalu.

Dia ingin menghadiahi bulan separuh itu untuk perempuan itu, namun dia urungkan. Dia berpikir, jika bulan di langit sana tetap separuh, kesempatan untuknya menghabiskan malam bersama perempuan itu selalu ada. Namun dia lupa, sesuka apa pun seseorang jika dilakukan terus-menerus akan sangat membosankan.

“Harusnya aku membiarkan bulan seperti apa adanya, dengan begitu aku punya kesempatan untuk menghabiskan malam bersamanya sebulan sekali, tapi kini kesempatan itu telah hilang selamanya.”

Lelaki itu  hanya bisa meratapi nasib buruknya dan tidak tahu bagaimana mengembalikan separuh bulan yang telah dicurinya.



Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar