Ada bagian yang tak bisa kuceritakan
kepadamu, semacam rahasia kecil yang sengaja kusimpan untukku sendiri. Bahkan,
aku berupaya keras untuk menyembunyikannya dari malaikat. Ada yang mengatakan kepadaku,
isyarat hati, hanya tuhan yang mengetahuinya. Maka kuputuskan untuk melakukannya
dalam hati saja, tanpa ritual, tanpa gerakan, tanpa ucapan, hanya isyarat hati.
Semakin sedikit yang tahu, semakin baik.
Kupikir, satu-satunya yang dapat memegang rahasiaku hanya diriku dan tuhan. Tuhan
menyimpan rapat aib manusia, aibku yang begitu banyak pun disembunyikannya
rapat-rapat.
Malam itu, selepas menerima pesan darimu,
yang kujawab dengan satu kata, empat huruf – yang kutulis cukup lama karena
memikirkan balasan untukmu selalu sulit untukku karenanya aku hanya bisa
menuliskan satu kata yang terdiri dari empat huruf - diam-diam aku
memutuskan dua hal.
Pertama, aku memutuskan untuk berhenti
berharap kepadamu. Tentu saja, keputusan sia-sia, mengingat sudah seminggu
ini aku tak benar-benar dapat berhenti untuk mengharapkanmu. Yang kubisa lakukan
hanya berhenti menghubungimu, senaif itu, sebodoh itu.
Kedua, aku berjanji pada diriku untuk terus
mendoakanmu. Dalam diam, dalam hati. Tak muluk-muluk, hanya empat kata, satu kalimat,
semoga kamu selalu bahagia.
Lalu, timbul pertanyaan, apakah doa seseorang
akan sampai bagi orang lain yang berbeda keyakinan? Apakah tuhan akan menyortir
doa seseorang?
Aku tak begitu yakin dengan jawabanku. Satu hal yang kupercaya, mendoakan kebaikan untuk seseorang itu baik dan tuhan menyukai
kebaikan. Aku tak lagi memikirkan sampai atau tidaknya doa-doa yang kukirimkan
untukmu. Aku hanya berharap, segala kebaikan selalu di sisimu, melindungimu,
dan kamu bahagia.
0 comments:
Posting Komentar