Sepanjang pagi, aku memutuskan membaca blog seseorang. Menikmati setiap
kata yang ditulisnya, meresapi makna dari tulisan-tulisannya beberapa tahun
silam. Perihal meninggalkan dan ditinggalkan.
Separuh hatinya telah melangkah pergi, separuhnya lagi, masih tertinggal
di hati kekasihnya. Cinta tidak menjadi alasannya. Rasa nyaman dan kasihan yang
membuat sebagian dirinya memutuskan tetap tinggal.
Hatinya ingin berlabuh, ingin segera bersandar, ingin meninggalkan
dermaga lamanya tanpa berusaha menyakitinya. Dia kerap menulis seperti ini,
carilah orang baru, bersamaku kamu hanya buang-buang waktu. Sebuah isyarat,
sebuah paksaan untuk segera meninggalkan. Dermaga yang kokoh, berusaha manahan
jangkarnya, tetapi sia-sia.
Kau bisa saja menahan tubuh seseorang, tapi tidak hati dan jiwanya. Bersamamu,
tubuh itu kosong, mata itu redup. Bersamanya, tubuh itu bergerak dengan
lincahnya dan sorot matanya, selalu bersinar melihat seseorang di hadapannya.
Lalu aku mengingat perkataan temanku;
Rasa nyaman, pada awalnya memberi ketentraman, lalu berakhir dengan kejenuhan. Orang baik, seringkali berusaha menjadi yang terbaik bagi pasangannya hingga lupa caranya bersenang-senang. Seseorang tidak hanya membutuhkan rasa nyaman, tetapi perasaan cemburu, cemas, takut kehilangan, dan tentunya bersenang-senang dengan kekasihnya.
Dan aku, hanya mengabulkan perasaan nyaman baginya, tidak lainnya.
Dari tulisannya, dia menggambarkan perasaan rindu yang dalam. Luka yang
tidak pernah mengering hingga bertahun-tahun lamanya. Kupikir, begitulah
manusia. Dapat merasakan kehilangan untuk sesuatu yang tidak pernah benar-benar
dimilikinya dan kehilangan itu meninggalkan bekas yang amat dalam dalam
hatinya. Membuatnya merasa kosong dan tidak mampu diisi dengan siapa pun.
Aku hanya menemukan satu-dua tulisan tentang kekasihnya, yang diam-diam
dia tidak acuhkan, diam-diam dia tinggalkan. Ada sedikit rasa bersalah pada
dirinya, kebohongan yang dibangun dengan berbagai cara. Matanya seolah
tertutup, kekasihnya tidak pernah nampak di hadapannya. Cinta terkadang membuat
seseorang buta, hanya keindahan yang tampak di depan mata. Baginya, kekasihnya
hanya sebentuk barang rongsokan lama, yang disimpan di gudang dan enggan dia
buang.
Ketidakmampuannya memiliki seseorang yang dicintainya, rasa bersalah
meninggalkan seseorang yang telah berjuang keras untuk mempertahankan
hubungannya, pada akhirnya membuatnya percaya akan karma.
“Sekarang, aku tahu rasanya memperjuangkan mati-matian seseorang, tetapi tidak pernah sekalipun terlihat di matanya. Sepertimu yang memperjuangkan aku, tetapi mataku telah tertutup, hanya wajahnya yang tampak bersinar di mataku.”
Selalu menarik membaca luka-luka, kenangan, dan kehilangan. Selalu
menarik menuliskan luka-luka, kenangan, dan kehilangan. Kebahagiaan, kusimpan
rapat-rapat. Kehadirannya yang sesekali, membuatku menghargai arti penting
bahagia karenanya tidak ingin kubagikan dengan siapapun. Siapapun.
0 comments:
Posting Komentar