Dia terus
berjalan dengan satu tujuan; menemukan jawaban-jawaban yang menghantui alam
pikirnya. Mengusik malam-malamnya, membangunkannya dari tidurnya yang tak
pernah nyenyak. Menggerogoti harap hidupnya. Siang tak pernah lebih baik dari
malam yang buruk. Langkahnya tak pernah tergesa-gesa karena setiap langkahnya
hanya menambah beban penyesalan yang menempel di pundaknya semakin berat.
Dia percaya
karma. Dia memercayainya melebihi kepercayaannya akan tuhannya. Semesta yang
mengatur karma, bukan tuhan. Dia terus percaya, melukai seseorang akan diganjar
luka-luka yang lebih menyakitkan. Meninggalkan seseorang hanya akan membuatnya
ditinggalkan berkali-kali. Rasa sakitnya selalu besar daripada yang dia lakukan
terhadap orang lain.
Dia menyadari
itu, amat sangat menyadarinya.
Tapi dia
manusia. Egonya besar, harapannya besar, keinginannya untuk bahagia seringkali
membuatnya lupa, ada perasaan orang lain yang harus dijaga. Dia ingin mengambil
semua bahagia, dia ingin memenuhi dadanya dengan bahagia, hingga pecah, hingga
tak berbentuk. Hanya bahagia yang mengisi hidupnya, bukan hal lain.
Dia terus
berjalan dengan beban karma di pundaknya. Terus berjalan, meski kakinya telah
melepuh, meski harapnya mati satu-satu.
Dia berjalan
dengan rasa marah, semua-semua bahagia telah dirampas baginya. Semua-semua
cinta hanya semu belaka. Tapi dia lupa, semua-semua bahagia telah dia renggut
dari seseorang dan hanya menyisakkan luka yang bertahan lama. Dia hanya ingin
bahagia, tanpa peduli jika dia telah melukai. Tanpa peduli, jika luka akan
menjelma doa-doa yang diatur semesta menjadi karma.
Dia percaya,
doa-doa yang buruk tak akan sampai ke telinga semesta apalagi dikabulkannya. Tapi
doa-doa yang baik akan berpulang kepada si pendoa. Namun dia juga sadar, tak
semua doa dapat dikabulkan, bukan manusia-manusia yang mengatur alam ini
bekerja. Tidak ada pola, tidak ada cara mengkalkulasinya.
Dia terus
berjalan dan berharap menemukan jawaban-jawaban. Tapi dia tahu, selama hatinya
hanya dipenuhi keinginan untuk bahagia dan tak peduli dengan luka-luka yang
disebabkannya, dia tak akan pernah menemukan jawaban. Tidak akan pernah.
0 comments:
Posting Komentar