Biaya Hidup Dasar


Matamu menatap layar telepon genggam di atas meja. Tanganmu sesekali menyentuh angka-angka di aplikasi kalkulator, memencet tanda tambah, kurang, bagi, dan sama dengan. Memindahkan hasil perhitunganmu di buku catatan, memasukkan angka tersebut di kolom tabel yang di atasnya tertulis Biaya Hidup Dasar (BHD). Kamu tengah mengkalkulasi kebutuhan dasar hidup kita, memperkirakan apa saja kebutuhan pasangan setelah menikah.
Ketika kuserahkan hasil perhitunganku, kamu melihatku dengan tatapan aneh, seolah tak percaya aku telah membuatnya. Aku bertanya kepada teman-temanku yang sudah menikah, kataku, meski kamu belum melontarkan pertanyaan, tapi tatapanmu mengisyaratkan pertanyaan dari mana angka-angka itu aku dapat. Tentu saja, disesuaikan dengan gaji bulananku, tambahku lagi.
Kamu mensejajarkan hasil perhitungan kita. Uang belanja di daftar milikmu terlalu besar, kita toh makan siang di tempat kerja. Uang entertain pun terlalu besar, kupikir, kita tak selalu menghabiskan akhir pekan di luar, katamu. Biaya entertain sengaja kubuat besar dengan asumsi sesekali kita akan menjalani ‘hari malas sedunia’. Kamu dan aku tak perlu menjalani serangkaian aktivitas seperti hari-hari biasa, mencuci pakaian misalnya, kita bawa saja ke laundry. Kamu tak perlu memasak, kita bisa memesannya melalui GoFood. Kita bisa menonton seharian, mengobrol, atau melakukan apa saja tanpa perlu memikirkan urusan beberes rumah, kataku.
Kamu menggeleng mendengar penjelasanku. Betapa malasnya pasanganku ini, mungkin itu yang terlintas di kepalamu.
Berbeda denganmu yang memberikan angka lebih besar untuk kebutuhan cicilan rumah, aku justru menempatkan biaya lebih besar untuk travelling. Kita tidak ingin selamanya mengontrak, bukan? tanyamu. Iya, tapi kita butuh jalan-jalan, kataku. Tunggu, ini bukan kamu. Kamu tidak akan menempatkan urusan perjalanan lebih besar daripada memiliki rumah, sergahmu. Memang, tapi kamu suka travelling, jawabku.
Kamu bersikukuh untuk memprioritaskan memiliki rumah ketimbang jalan-jalan. Travelling, katamu, memang menyenangkan, hobi yang tidak ingin kamu lepaskan meski telah menikah, bahkan ketika memiliki anak-anak. Tapi memiliki rumah dan hidup bersamamu jauh lebih menyenangkan dari apa pun, katamu lagi.
Keputusanku menempatkan angka-angka itu didorong keinginan untuk mendukung kesukaanmu menjelajahi dunia, juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang dulu pernah kamu berikan kepadaku. Apakah aku masih bisa menjalani hobiku? Apakah aku boleh memintamu permintaan yang cukup besar? Tanyamu. Kamu boleh meminta apa pun kepadaku, seperti road trip ke Iceland selama dua minggu. Meski akhirnya akan disesuaikan dengan tabungan kita, jika tak mencukupi, kita harus menggeser tujuan perjalanan kita. Aku akan berusaha memenuhi keinginanmu, tapi aku juga harus belajar mengatakan tidak jika ternyata aku tidak mampu memenuhinya.
Jika laki-laki yang keren adalah yang bisa memenuhi semua permintaan pasangannya, aku tidak masuk dalam kategori itu. Di hadapanmu, aku tidak pernah berpikir memposisikan diriku sebagai superman, seseorang yang mampu menanggung semua-semuanya sendiri. Aku memposisikan diriku sebagai seseorang yang berharap bisa berperan dan tidak menutup ruang untuk pasangannya mengambil peran dalam hubungan ini.
Kamu bertanya, seberapa bessar peran yang bisa kamu berikan dalam kebutuhan dasar hidup ini. Tidak ada aturan baku, bisa 70:30, 50:50, atau bisa kukover seluruhnya. Toh di luar kebutuhan hidup dasar ini masih banyak kebutuhan lainnya yang harus kita pikirkan. Kita bisa berkaca dari teman-teman kita yang telah menikah, tapi tak bisa begitu saja menerpkannya dalam hubungan kita. Setiap hubungan punya konteksnya masing-masing. Konsep-konsep yang mereka terapkan belum tentu sesuai dengan hubungan kita. Pun konsep-konsep yang kita buat bisa bertahan lama atau hanya berlangsung sebentar saja. Saat itu terjadi, kita harus memikirkan cara-cara baru agar kita bisa terus bertumbuh bersama.
Di tengah diskusi mengenai kebutuhan hidup, di saat kamu masih memerinci daftar dalam tabel itu, aku mengucap syukur dalam hati, betapa menyenangkannya memiliki seseorang yang mampu diajak berdiskusi, pun seseorang yang mampu mengelola keuangan dengan baik, yang tidak pernah terpikir sebelumnya olehku dan mungkin tidak bisa kulakukan tanpamu.


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda