Sepertinya, lebih banyak yang bisa kita bagi saat kita berjarak. Meski
tak menutup kemungkinan banyak rahasia yang tersembunyi di baliknya.
30 Desember, satu hari menjelang sebuah pertemuan. Satu hari hari yang begitu lama. Satu hari yang mewujud
tiga tahun penantian, membuka lembar-lembar kalender hari yang penuh dengan
coretan harapan dan mimpi. Merobeknya, saat
hati terasa begitu penuh dengan keinginan tapi tak mewujud dalam kenyataan.
Kini tinggal satu hari menjelang akhir tahun, satu hari dari
rangkaian tiga tahun perpisahan kita. Saatnya merayakan sebuah pertemuan dan
melepaskan sebuah perpisahan. Terlalu banyak kita berhutang pada jasa provider
telepon seluler. Berapa banyak waktu yang kita habiskan demi mendengarkan
cerita lewat suara. Dan berapa banyak kekecewaan yang hadir saat sinyal
menggangunya. Mari kita melepaskannya.
Kita mungkin lupa berapa banyak kita menumpahkan keluh kesah
melalui media sosial dan surat elektronik, tiga tahun bukan waktu yang singkat
dalam sebuah penantian. Selalu indah, tidak. Sering kali kita bertengkar di
dalamnya, membagi amarah di jejaring sosial. Saat itu, betapa kita lupa bahwa
pertengkaran kita menjadi konsumsi banyak orang. Mari kita melepaskannya.
Bagaimana dengan pak Ahmad, tukang pos yang rajin ke rumahmu. Sepertinya dia akan berhenti
mengirimkan surat-suratku kepadamu. Motor tuanya tak akan lagi kamu dengar
berhenti di depan rumahmu. Kita pernah menitipkan rindu dalam puluhan lembar
kertas yang kita tulis melalui jemari tangan. Mari kita melepaskannya.
Begitu banyak yang kita bagi, tapi tahu kah kamu begitu
banyak rahasia yang kusimpan sendiri.
Mungkin kamu tak pernah tahu, betapa sering aku marah saat
kamu tak mengangkat teleponku, membalas pesan singkat dariku dan surat
elektronik yang rutin kukirimkan kepadamu. Begitu kesal saat tukang pos tak
juga menyampaikan surat balasan darimu.
Mungkin kamu tak pernah tahu, begitu banyak rencana yang aku tuliskan dalam buku agendaku. Yang pada akhirnya kurobek karna
waktu tak juga memberi kita kesempatan untuk bertemu.
Mungkin kamu tak pernah tahu, saat seluruh hatiku penuh
dengan rindu, aku hanya bisa menangis sambil melapalkan doa untukmu. Terkadang doa
adalah obat mujarab saat rindu tak jua menemukan pasangannya.
Esok, ketika kita bertemu akan kuceritakan semua rahasiaku
kepadamu. Saat ini, marilah kita rayakan pertemuan dan melepaskan perpisahan.
*Your Call-Secondhand Serenade
0 comments:
Posting Komentar