“Kalau saja membuang masa lalu semudah membuang sesuatu ke
tong sampah. Aku ingin amnesia, memotong dan memilah-milah kenangan mana yang ingin aku bawa dan aku
tinggalkan atau menitipkannya padamu,” katamu suatu sore.
“Seandainya itu kamu lakukan, rasa sakitnya akan bertambah
dua kali lipat dari sebelumnya. Karena, setiap kali patah, hati kita belajar
membalut dan mengobati. Ketika kamu amnesia, kamu harus memulainya dari awal,
belajar untuk kembali menyembuhkan luka dan membalut yang patah,” kataku yang
tak sempat terucap. Hanya bermain-main di kepala, lalu tengelam dengan
sendirinya.
Langkahmu kini terhenti di depan pintu, kamu hanya perlu
satu langkah untuk benarbenar pergi. Mungkin langkahmu akan lebih ringan ke
depan, karena semua kenangan kamu titipkan padaku, sesuatu yang tidak mau kamu
bawa untuk masa depanmu. Buatmu, pergi adalah sebuah perjalanan baru tanpa
membawa beban masa lalu.
Atau mungkin, langkahmu akan terasa lebih berat karena
kamu harus belajar semuanya dari awal. Saat
kamu jenuh mencari jalan, memandang ke depan, kamu tak punya alasan untuk
menengok ke belakang. Kamu tak punya acuan dari masa lalu yang kamu titipkan,
sedangkan kata “titipkan” bagiku tak lebih dari membuang, karena kamu tak
mungkin akan mengambilnya suatu saat nanti.
Pintu itu masih terbuka, masih sama seperti saat kamu
pertama kali datang menawarkan sebuah harapan. Apa pun keputusanmu, tidak ada
garansi kebahagiaan di dunia ini. Semoga kamu bahagia dengan keputusanmu,
semoga kamu baikbaik saja meski dunia tidak pernah baikbaik saja.