Pagi kembali datang, dengan muram. Sisa hujan semalam masih menggelayut di
langit. Pohon kelengkeng di depan rumah ambruk, cabang-cabangnya patah tak kuat
menahan terjangan angin pengiring hujan. Jalan di belakang rumah seketika
menjelma menjadi kolam kecil, membuat siapa saja malas melewatinya.
Pagi kembali datang, tak ada yang istimewa kecuali kamu
mengangap bernafas adalah keistimewaan dari pagi. Menganggap kamu masih dipercaya tuhan untuk menjalani
sebuah petualangan. Meski pada akhirnya kamu memilih untuk menjadi penonton,
selalu duduk manis dengan sesekali terkejut dan mengomentari pertujukkan hidup
orang lain. Tanpa sadar di belakangmu orang lain menjadikanmu aktor, aktor yang
payah pastinya. Tidak kah kamu lelah hanya menjadi penonton.
Pagi kembali datang, dengan sebuah rutinitas. Tidak bosankah
kamu melewati jalan yang sama setiap hari. Mungkin kamu perlu mencari jalan
lain, sedikit terlambat tak mengapa. Bukan kah sebuah keterlambatan diperlukan
dalam proses perjalanan baru. Tak perlu mengumpat, kamu hanya perlu memutuskan,
untuk tetap bertahan pada rutinitas yang membosankan atau menemukan kembali
secarik kertas bertuliskan harapan.
Pagi kembali datang, dengan sebuah pertanyaan. Aku menyeduh
kopi, menyulut sebatang rokok dan mencari jawaban yang Pagi lontarkan kepadaku.
Semoga esok, pagi kembali datang, dengan pertanyaan baru. Jika tidak, aku kan
menyeduh kopi dan menyulut sebatang rokok.
0 comments:
Posting Komentar