“Aku mau potong rambut, menurutmu lebih bagus tetap panjang
atau pendek. Hmmmm, kamu suka rambut aku panjang atau pendek,” tanyamu melalu
pesan singkat kemarin sore. Panjang, jawabku singkat melalui pesan singkat. Setelah
itu tak ada lagi balasan darimu dan aku memutuskan untuk menyelesaikan
pekerjaanku.
Hari ini kita bertemu, seperti janji kita dalam pesan singkat sebelum kamu menanyakan perihal rambutmu yang aku suka. Aku menungumu di restoran cepat saji di Cilandak Town Square. Kamu mungkin sedikit terlambat, Bandung-Jakarta semestinya bisa ditempuh dalam dua sampai tiga jam tetapi macetnya jalan membuat perjalanan lebih lama dari biasa. Aku juga sengaja membawa laptop, mengantipasi kedatanganmu dengan mengerjakan pekerjaan sampinganku yang mulai mendekati garis mati.
Setelah satu jam menunggu, kamu datang dengan tergesa-gesa. Keringat
mengucur dari wajahmu. Aku hanya tersenyum lalu meminta pramusaji membawakan orange
juice dua gelas sekaligus. Kamu pun tersenyum seperti biasa, cengengesan
menurutku. Aku kembali sibuk dengan laptopku, menyelesaikan pekerjaanku yang
hampir tuntas.
“Koq gak komentar sih?” tanyamu sambil meletakkan gelas orange
juice pertamamu yang tandas.
“Apa yang harus dikomentarin?” tanyaku sambil menatapmu
sejenak lalu kembali berkutat dengan pekerjaanku.
“Kemarin kamu bilang, lebih suka rambutku yang panjang. Tapi
aku sengaja potong rambutku jadi pendek. Koq nggak marah?”
Aku mematikan laptop, hampir selesai sebenarnya tetapi
tidak nyaman jika aku hanya sibuk dengan
pekerjaanku dan mengabaikan kamu.
“Aku suka rambut kamu yang panjang, tapi jika kamu
memotongnya menjadi pendek, aku akan belajar menyukainya,” kataku.
Juga saat kamu membanjiri lini masamu dengan kicauanmu yang
galau. Aku menelponmu, memastikan apakah itu yang sedang kamu rasakan. Apakah itu
sebuah kode dari ketidakpekaanku. Kamu malah tertawa dan mengatakan sedang
iseng. Saat itu, aku belajar memahami.
Potongan rambutmu haya sebagian kecil dari perubahan yang
akan kita hadapi dalam hubungan ini. akan selalu ada yang berubah, entah cara
kita berfikir atau sifat kita. Dan selamanya kita dituntut untuk belajar
memahami dan menerima (tentu ada proses diskusi di dalamnya). Tapi apa pun yang
berubah, baik atau buruk, kita tidak pernah lupa untuk selalu mencintai dan
menyayangi karena itu modal kita untuk belajar menerima dan memahami satu sama
lain.
Kamu lalu tersenyum, mengambil gelas kedua orange juice-mu
dan menandaskannya seketika dalam hitungan detik. Lalu berpidah duduk di
sampingku, menyandarkan kepalamu di bahuku, tempat paling nyaman di dunia
katamu. Aku membelai lembut rambutmu dan jemari kita saling menyela, melengkapi
kekosongan yang ada.
0 comments:
Posting Komentar