“Kamu akan
tetap menulis untukku setelah kita menikah nanti?”
“Kuharap
masih. Mungkin tak sesering sekarang, tetapi aku masih ingin menulis untukmu. Terus
menulis untukmu.”
Kelak,
jika Tuhan yang Maha Besar menjawab
harapan kita dengan kebersamaan, aku ingin menulis tentang kita. Mensyukuri
kebersamaan kita. Kita makhluk yang teramat kecil di alam semesta, tetapi
memiliki impian yang amat besar. Usaha kita mungkin terlalu kecil untuk impian
kita yang teramat besar, tetapi jika kita percaya Tuhan maha mendengar doa-doa
kita, tidak ada yang terlalu kecil di matanya.
Aku akan
menulis untukmu, meski tak sesering sekarang. Terlalu banyak yang ingin
kusimpan, dan hanya sedikit yang ingin kubagikan. Aku ingin menyimpan kehidupan
kita dalam memori kepalaku atau menuliskannya untuk diriku sendiri. Kamu boleh
membacanya, tentu saja, kamu sangat boleh membaca segala hal yang kutuliskan
untukmu.
Aku akan
menulis kabahagiaan-kebahagiaan kita dan merahasiakan pertengkaran-pertengkaran
kita. Segala luka yang kita hadapi bersama, biarlah hanya kita saja yang tahu. Aku
menutupinya bukan karena ingin terlihat harmonis di hadapan manusia-manusia
lainnya, tetapi bukankah seperti itu sebuah keluarga, saling menutupi segala
keburukan masing-masing dan tidak mengumbarnya di hadapan orang lain.
Kita tidak
akan menjadi sepasang suami istri yang sempurna. Aku tidak sepakat jika
seseorang mengatakan, kita bisa menjadi pasangan sempurna ketika saling
melengkapi satu sama lain. Kita tetaplah dua manusia yang berbeda, terikat
dalam satu ikatan yang sama, pernikahan. Cara pandangku, cara pandangmu,
sesekali berdiri pada sisi yang berlainan. Tak apa, kita tak selalu harus sama
dalam memandang, tetapi kita harus sama dalam hal mempertahankan;
Tidak ada
yang boleh menyerah untuk memperjuangkan kita.
Kelak,
ketika Tuhan mengizinkan kita bersama dalam sebuah ikatan pernikahan, aku ingin
tetap menulis tentangmu, tentang kita.
*gambar dipinjam dari sini
0 comments:
Posting Komentar