lebih



aku mencintai seorang perempuan yang mencintai kenangannya.
ia hidup di dalam kenangan. menghidupi masa lalunya. masa depan, baginya, hanya ruang bagi masa lalu bebas berkeliaran. masa depan hanyalah ruang yang dipinjamkan sementara sebelum menjadi kenangan, sebelum menjadi hantu yang mengganggu malam-malam panjang dan membuatnya sulit terpejam.
kenangannya adalah sebentuk perasaan yang telah tersampaikan, namun tak mendapat balasan. ia jatuh cinta, begitu saja, tanpa persiapan apa-apa. di dasar hatinya, ia berharap tangan itu menggapainya, ikut jatuh bersamanya. namun, ia jatuh sendirian. merutuki hatinya yang begitu mudah jatuh pada seseorang, mensyukuri perasaan cinta yang datang, meski setelahnya, malam-malam hanya diisi dengan tangisan.
tapi, harap bagai semak belukar di pekarangan rumah, tumbuh subur tanpa diminta. berkali-kali kau memangkasnya, berkali-kali ia tumbuh lebih lebat, menjalar kemana-mana. harapnya tak mati, meski telah dibunuhnya berkali-kali. harapan yang sama, untuk satu nama.
aku mencintai seorang perempuan yang mencintai kenangannya.
aku menjelma apa saja baginya, tempat sampah yang menampung cerita-ceritanya, menyiapkan telinga untuk mendengar tangisnya, di siang hari ketika hidup hanya diisi pekerjaan, di malam hari ketika dia terjaga, di pagi buta, ketika dia terbangun dan merasakan sesak di dada. aku juga menjelma notifikasi pesan di telepon genggamnya, dering telepon di ponselnya, yang terus datang hanya untuk memastikan hidupnya baik-baik saja.
lalu aku naik pangkat.
dari tempat sampah, pengingat di ponselnya, menjadi bantal tidurnya. yang menahan keram dan kesemutan di paha agar ia dapat merebah, terpejam, setelah tangisan panjang dan membuatnya kelelahan. 
seringkali aku bertanya-tanya, berapa lama, sampai kapan, pembuktian apa lagi yang dibutuhkan untuk meyakinkannya bahwa aku mencintainya dan ingin hidup bersamanya. tapi, aku mencintai seorang perempuan yang mencintai kenangannya, yang hidup di dalam kenangan, yang menghidupi masa lalunya.



Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar:

  1. jangan tanya sampai kapan, sebab, relungmu punya sabar lebih luas dari yang kau duga-duga, mencintalah, sampai rasa gayung bersambut atau, sampai rasa itu sendiri yang undur diri, tanpa perlu lagi diduga-duga

    BalasHapus
    Balasan
    1. pertanyaan itu tak lagi membutuhkan jawaban, seperti rindu yang datang, hanya rindu saja, tak lagi menjelma harap dan keinginan bersama. kisah itu telah lama usai.

      Hapus