Jemari tirus
itu menekan tuts-tust piano, melahirkan nada-nada sendu dan harap sekaligus.
seperti lorong gelap dan setitik cahaya, seperti hujan dan matahari yang tetap
menyinari dunia. cahaya senja menelusup melalui jendela, jatuh di atas dua cangkir
yang masih mengepulkan asap, kau biarkan panasnya dicuri angin.
suara
lembutmu mengalun mengiringi permainan pianomu, seperti rintihan yang panjang,
seperti tangisan yang dalam, dalam diam.
seperti perpisahan yang menunggu diucapkan di ujung pertemuan.
kau
menatapku yang berdiri memunggungi jendela, entah senyuman atau kegetiran,
wajahmu menunjukkan keduanya: pada lengkung senyum di bibirmu dan lapisan
bening yang hampir pecah di matamu.
aku
memejamkan mata, membayangkan duniaku tanpa kamu di dalamnya. kita bergerak
masing-masing, berdiam masing-masing, menelusuri hidup sendiri-sendiri. tak ada
lagi tunggu dan jemput di stasiun kereta, menjemput perjalanan-perjalanan baru,
lambaian tangan sebelum tubuhmu menjauh, menghilang ditelan kerumunan.
tak ada lagi
jemari yang memainkan piano, melahirkan nada-nada kala senja.
di satu
senja yang membawamu pergi hari ini, kuharap kau kembali. memainkan musik lagi,
bernyanyi lagi. mewarnai pola-pola gambar kesukaanmu, mewarnai hidupku. lagi.
0 comments:
Posting Komentar