Ada beberapa hal di dunia ini yang datang secara
tiba-tiba, singgah sejenak tetapi meninggalkan bekas yang lama, dan mungkin selamanya.
Randi hanya bisa tertawa jika kedua sahabatnya mulai menyebut
satu nama, satu nama dengan tiga kata dan lima huruf A di dalamnya. Sahabatnya tahu,
hal ini sudah tak menarik lagi untuk diperbincangkan, nama itu tak lagi menjadi
kartu mati bagi sahabat-sahabatnya untuk menyindir Randi. Namun mereka juga
tahu, Randi akan senyum-senyum sendiri jika mereka menyebutkan nama itu. Ada semacam
tiket untuk membuat Randi dan dua sahabatnya tertawa dan nama itu menjadi tiket
terusan yang berlaku seumur hidup.
Alissa Cahya Pramestri, tiga kata dan lima huruf A di
dalamnya. Namun bukan itu yang membuat Randi dan dua sahabatnya tertawa, melainkan
kenangan-kenangan yang tersembunyi di baliknya. Nama itu bukan kunci untuk
membuka kotak masa lalunya. Randi tak pernah benar-benar menutup rapat-rapat
masa lalunya. Masa lalu bukan lah barang mainan yang mampu disimpan di gudang
atau dibuang jika sudah tak berguna. Menurutnya, masa lalu memiliki nyawanya
sendiri, dia dapat memilih mana yang harus dikenang dan mana yang tidak. Meski seringkali
yang dipilihnya adalah hal pahit yang ingin segera kamu lupakan.
Ada beberapa hal di dunia ini yang datang secara tiba-tiba,
singgah sejenak tetapi meninggalkan bekas yang lama, dan mungkin selamanya. Itu yang selalu Randi
katakan jika mengingat Alissa dan sampai detik ini, Randi tak tahu apa yang ada
di benak Alissa saat mengingat atau menyebut namanya. Dia merasa tak perlu meminta apa-apa, bahkan
sekadar penjelasan dari Alissa. Hidup tak melulu tentang hitam-putih, salah dan
benar kadang tak dibutuhkan jika pada akhirnya keputusan yang diambil sudah
final.
Alissa hanya singgah enam bulan di pelukannya tetapi meninggalkan
bekas selamanya di hatinya. Alissa meninggalkan Randi begitu saja, melalui
pesan singkat dan nomor yang tak aktif setelahnya. Ada masa di mana Randi
tenggelam dalam kehilangan. Mengutuk dan menutup diri dari dunia luar. Ada semacam
trauma pada orang lain, sebuah ketakutan akan kehilangan dan tidak mampu lagi memercayai lagi siapa
pun termasuk dirinya sendiri.
Bagi Randi, Alissa adalah cinta pertamanya. Meski dalam
sejarah percintaannya Alissa tercatat dengan nomor punggung enam. Jika kamu menganggap cinta
pertama adalah pertama kalinya kamu
menjalin hubungan dengan seseorang, maka itu tak berlaku bagi Randi. Baginya,
cinta pertama bukan lah sederetan angka-angka yang berurutan, ia bisa menjelma
pada urutan yang tak tentu, dan cinta pertamanya mewujud pada Alissa.
Banyak orang yang mengatakan hanya waktu yang mampu
menyembuhkan, tetapi bagi Randi waktu tak menyembuhkan apa-apa. Waktu tak
datang untuk menepuk-nepuk bahu seseorang dan mengatakan sabar. Waktu tak
datang untuk menemaninya pada malam-malam yang hening dan merasa kesepian. Waktu
tak membalut apa-apa kecuali masa transisi di mana dia belajar menerima
keadaaan, menerima kondisi yang memuakkan. Dan pada saatnya tiba, Randi terbangun tanpa merasa ada beban yang
menghantui sudut pikirannya.
Kini setelah lima tahun berlalu, dia bersyukur atas semua
yang Alissa berikan. Tanpa rasa pahit yang Alissa berikan kepadanya, dia tak
mungkin bisa mencecap rasa manis dan mungkin semua terasa hambar setelahnya. Randi
sadar, tak perlu menuntut apa-apa termasuk penjelasan. Baginya Alissa adalah cinta pertamanya tetapi bagi Alissa
mungkin dia bukan apa-apa. Meski begitu, Randi meletakkan Alissa pada kotak
tersendiri di hatinya, kotak kecil yang mengingatkannya pernah begitu bahagia
sekaligus terluka. Dan dari semua hal, Randi bersyukur, Alissa
adalah cara tuhan yang mampu membuatnya lebih dewasa menghadapi hidup meski
dengan cara yang tak terduga.
0 comments:
Posting Komentar