Sarapanku masih sama, secangkir kopi hitam dan dua batang
rokok. Tidak ada playslist khusus menyambut pagi, lagu ceria tidak mampu
mengubah suasana pagiku menjadi ceria. Aku masih memilih satu lagu untuk
didengarkan berkali-kali, biasanya lagu mellow, lagu yang mampu membuat kopi
dan dua batang rokokku terasa lebih nikmat.
Pagi ini, kepulan asap dari dua batang rokok yang
kusulut secara bergantian mengantarkan
ingatanku kepadamu. Iya, kamu (lagi) dan
kata ‘jika’ tersemat di depannya.
Jika aku masih
bersamamu, aku akan menjemputmu sepulang kantor. Bukan jam kantor pada
umumnya. Pekerjaanmu sebagai reporter tak mengenal jam kerja dari pukul delapan
sampai jam lima sore. Aku akan menjemputmu selepas deadline dan itu bisa pukul
berapa saja, mungkin jam 12 malam, bahkan hingga pukul dua pagi. Jika sudah
selarut itu, aku memutuskan untuk menunggumu di warung kopi atau tidur di
musholla yang berada di lantai dasar kantormu.
Jika aku masih
bersamamu, aku akan menjemputmu se-usai kuliah. Sabtu atau minggu,
terkadang sabtu dan minggu. Kamu memutuskan untuk melanjutkan kuliah sambil
bekerja, mumpung masih muda, katamu. Waktu istirahat untukku, Itu tak lagi
menjadi penting bagiku. Kita bisa mensiasatinya dengan mengobrol di rumahmu,
kamu bisa tetap menghabiskan waktu dengan keluarga dan aku semakin dekat dengan
keluargamu.
Jika aku masih
bersamamu, aku akan menemanimu berburu makanan. Mulai dari eskrim, cake sampai makanan berat seperti bebek
dan ayam yang merupakan menu kesukaanmu. Setelahnya, kamu akan marah-marah karena berat
badanmu bertambah dan aku hanya tersenyum melihat tingkah konyolmu itu.
Jika aku masih
bersamamu, aku tak pernah belajar bagaimana rasanya dihianati. Karena kamu
orang pertama yang mengajarkanku bagaimana memperjuangkan seseorang yang telah meninggalkanmu untuk orang lain.
Kamu orang pertama yang membuatku bertahan setelah ditinggalkan dua kali dan
selamanya.
Jika aku masih
bersamamu, aku tidak mungkin bersama dia. Seseorang yang kini mengisi
hari-hariku dengan bawelnya. Pernah aku dan dia duduk berhadapan tanpa sepatah
kata pun, bahkan kami tak menyentuh telpon genggam masing-masing. Pada akhirnya
dia yang selalu memulai lebih dulu dan bercerita tentang banyak hal. Pada
akhirnya, aku selalu mendengarkan.
Jika aku masih
bersamamu, aku mungkin tak pernah tahu, ada seseorang yang mampu membuatku
lebih bahagia daripada bersamamu.
bukan 'merubah', tapi 'mengubah'
BalasHapus*senyum manis editor* :))
makasih, Editor senior...
BalasHapushai, Du..
BalasHapusit's a nice blog anyway. manis, ada kesan beda begitu liat tulisanmu dan ketemu aslinya.. hehehe
makasih Riesna..
BalasHapusaslinya terkesan berantakan yah..hehe