gambar di pinjam dari sini |
Kita sedang
belajar melepaskan, sebaiknya dalam diam. Kata hanya memperkeruh suasana
Selalu ada rasa cemas yang
menggangguku sepanjang hari. Perasaan khawatir rasanya tak pernah benar-benar
hilang dalam diriku. Meski kamu mengatakan tak perlu lagi memedulikanmu, tak
perlu lagi khawatir dan tak perlu lagi memikirkanmu karena hanya akan membebani
pikiranku, tetap saja, aku tak bisa mengenyahkan pikiran tentangmu dari
pikirku.
Sudah bukan tugasmu, bukan
jatahmu, katamu sore itu. Membuatku berpikir ulang, pernahkah kita membagi
tugas siapa yang peduli pada siapa,
siapa yang khawatir pada siapa. Kita tak menjalani hubungan dalam birokrasi
pekerjaan, tidak ada kontrak, tidak ada ikatan tertulis. Kita percaya, hati
kita terikat, saling mengikat, meski kamu memutuskan memutus ikatan itu.
Aku sadar, setiap orang memiliki
cara berbeda dalam memandang sesuatu. Sepertimu yang tak ingin menjalin
komunikasi setelah kita resmi berpisah. Sepertiku yang tak bisa membiarkanmu
menghilang begitu saja. Mengkhawatirkanmu sudah menjadi bagian hidupku. Rutinitas
yang sudah kulakukan beberapa bulan ini rasanya sulit ditinggalkan.
Bisakah kita mengulur waktu,
sedikit saja, sebentar saja hingga kamu menemukan penggantiku. Agar aku tenang,
sedikit merasa tenang karena ada seseorang yang menjagamu. Perihal mengkhawatirkanmu
dan memperhatikanmu, tak akan kutitipkan padanya. Kita tidak sedang berada
dalam ruang lingkup pekerjaan, ketika seseorang tak mempu mengerjakan tugasnya
yang lain mengambil alih pekerjaannya.
mengkhawatirkanmu dan memperhatikanmu,
itu urusanku. Biar aku yang memutuskan untuk terus khawatir atau tidak. Peduli atau tidak.
Tapi, kamu mungkin benar, kita
sedang belajar melepaskan, sebaiknya dalam diam. Kata hanya akan memperkeruh
suasana. Aku hanya perlu belajar tak lagi khawatir dan peduli kepadamu.
Pelajaran yang sulit.
0 comments:
Posting Komentar