alasan


Aku baru saja melangkahkan kaki kiriku menuruni angkutan kota ketika rintik hujan jatuh satu-satu. Menyerahkan selembar lima ribuan pada supir lalu berjalan lambat menuju halte. Sangat lambat, sengaja dilambat-lambatkan. Hujan, jangan lekas pergi, kataku. Hujan mengerti, tetap jatuh satu-satu, tak terburu-buru.
Aku duduk di bagian pojok kanan bangku halte. Menunggu bus antar kota. Bukan untuk melakukan sebuah perjalanan tetapi menunggu seseorang yang memintaku menunggunya di halte dan bukan di terminal. Satu per satu orang berhenti, berteduh. Pejalan kaki, pengendara sepeda motor yang ingin menyelamatkan dirinya dari jatuhan air atau sekadar mengenakan mantel hujannya.
Halte mulai padat. Seorang gadis menjulurkan tangannya melewati bentangan atap halte, menanti setetes demi setetes air hujan. Akhirnya, bisa lihat hujan juga setelah berbulan-bulan nggak hujan, katanya. Seorang lainnya mengikuti, menjulurkan tangan, lainnya mengendus, menghirup aroma tanah yang terkena hujan.
Lamat-lamat kudengar suara keluhan. Aduh, nggak bawa jas hujan padahal lagi buru-buru, katanya, dan keluhan-keluhan lainnya yang keluar dari mulutnya dan mulut-mulut lainnya. Kota, menjadikan manusia tergesa-gesa. Merasa diburu-buru sesuatu, dikejar-kejar sesuatu.
Hujan jatuh seperti irama Chopin Ballade No.1 G minor Op.23. Begitu lembut di awal lalu menghentak-hentak, menggebrak lalu kembali melembut di bagian akhir. hujan menderas, sangat deras. Membuat gerombolan orang yang berteduh mendorong satu sama lain, meringsek ke bagian dalam kerumunan, berharap tak terkena hujan, tak terciprat air yang menggenang di jalan yang dilintasi kendaraan.
Hujan mulai memainkan bagian akhir lagu, deras menjelma rintik-rintik. Kembali jatuh satu-satu dan menghilang. Aku merogoh telepon genggamku yang bergetar di saku celana, penanda pesan singkat masuk. “Di tempatku hujan deras, aku tak bisa menemuimu. Maaf.”
Aku memasukkan kembali telepon genggamku ke saku celana. Tak tertarik dan tak berniat membalasnya.
*sebelumnya, dia mengirimkan pesan singkat kepadaku,” Aku akan datang menemuimu di musim penghujan. Tunggulan di halte dan berdoalah hujan turun lebih lama dari biasanya.”


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar