gambar dipinjam dari sini |
saya selalu senang jika ada
seseorang yang mengatakan, “blog kamu kelam banget, berat amat hidup
kamu. quote melulu, serius banget
hidupmu.”
kalimat seperti itu selalu
mengingatkan saya pada seseorang. perempuan di masa lalu. yang kerap menegur
saat saya menghabiskan bergelas-gelas kopi, berbatang-batang rokok hanya untuk memikirkan
hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. kepala saya dipenuhi benang-benang
yang saling tumpah tindih. kusut. sulit dilerai.
kopi dan rokok menemani saya melerai satu per satu benang yang kusut itu. yang tak juga membuahkan keberhasilan. hanya menambah kelam. menambah nelangsa.
kopi dan rokok menemani saya melerai satu per satu benang yang kusut itu. yang tak juga membuahkan keberhasilan. hanya menambah kelam. menambah nelangsa.
biasanya, saat pikiran saya
kusut, saya menulis. menulis apa saja yang terlintas di kepala saya,
kegelisahan, ketakutan, prasangka-prasangka. apa saja. menulis membantu saya
berfokus hanya pada kalimat-kalimat, bridging, alur, dan ending. Bahkan,
saya bisa menghabiskan waktu lebih lama daripada menulis ketika memilih foto
dan menulis qoute di dalam foto tersebut.
tulisan yang saya buat tak melulu berakhir di posting blog, terkadang, berhenti di folder komputer jinjing, di secarik kertas yang saya kepal-kepal, sobek, lalu bakar.
tulisan yang saya buat tak melulu berakhir di posting blog, terkadang, berhenti di folder komputer jinjing, di secarik kertas yang saya kepal-kepal, sobek, lalu bakar.
“ikut aku,” kata perempuan masa
lalu itu ketika menulis tak lagi membantu saya mengurai benang kusut di kepala.
dia akan memaksa saya menuju ke
taman. menaiki salah satu permainan, seperti ayunan atau perosotan. permintaan yang
selalu saya tolak tetapi pada akhirnya tetap saya lakukan. jangan biarkan jiwa
kanak-kanakmu mati. biarkan jiwa kanak-kanak tetap tumbuh dalam dirimu tanpa
harus menjadi kekanak-kanakan,” katanya suatu kali.
saat hujan turun, dia menarik
tangan saya, mendorong tubuh saya, membiarkan air membasahi tubuh saya. jangan
lupa caranya bersenang-senang. jangan lupa bahagia, katanya.
setelah kepergiannya, saya
menjadi lelaki yang semula. yang kerap menghabiskan berbatang-batang rokok,
bergelas-gelas kopi, menulis, untuk mengurai benang kusut di kepala saya. yang
tak bisa saya urai. tak pernah bisa terurai.
0 comments:
Posting Komentar