lalu aku pergi seperti kapal yang tidak pernah ditemukan


Aku menarik jangkar, dipaksa menarik jangkar dari hatinya, tempatku menautkan banyak hal, segala hal. Apa yang akan kukerjakan, apa yang ingin kulakukan, pada akhirnya selalu bermuara kepadanya. Dia, menjadi satu-satunya tempatku berlabuh. Menjatuhkan jangkar, mengikatkan tali pada batang-batang beton di pinggir Dermaga. Dia . . . tempatku menyandarkan segala hal dalam hidup.
Bersamanya, aku menjelma Kapal sunyi tapi tak pernah merasa kesepian. Bersamaku, dia menjelma Dermaga sunyi dan tak pernah merasa sendiri. Tidak ada Kapal lain yang berlabuh, tidak ada kaki-kaki yang menyentuh. Semua keheningan yang kita ciptakan, kesunyian yang kita pilih, kebersamaan menjadi pengikat kami.
Senja tiba, memantulkan warna keemasan pada air laut. Di ujung kakinya, Kita menghabiskan waktu dengan bercengkrama. Membicarakan apa saja, menertawakan apa saja, mengusir tangis yang datang tiba-tiba. Selalu ada haru yang datang tiba-tiba, selalu ada kesedihan yang berusaha menciptakan jarak di antara kita. Kita saling menggeggam, terus menguatkan.
Malam tiba, air pasang menggoyangkan-goyangkan Kapal. Menyentuh kaki-kaki Dermaga, menyentuh kakinya. Malam melempar tabirnya, hitam pekat, menutupi sisi terang bumi. Bintang tak ubahnya seperti meses pada martabak, bertabur di tabir malam, kecil dan memenuhi segala sisi langit.
Dermaga menarik rantai jangkar, merapatkan tubuhnya pada Kapal. Berbisik pelan, mengungkapkan ketakutan-ketakutan.
“Mimpi kita tidak ketinggian kan,” bisiknya. Dermaga sunyi merajuk, meminta kepastian, minta diyakinkan. Mimpinya, mimpi yang dibangun bersama Kapal bukan hal yang tidak mungkin diwujudkan.
Kapal bergoyang ditarik ulur air pasang. Mengeratkan genggaman. Memeluk Dermaga yang mendadak sendu.
“Tidak. Tugas kita mengumpulkan bahagia, entah akan jadi ke depannya.”
Dermaga terpejam, Kapal tidak mengendurkan pelukan. Pagi datang, semburat warna terang membangunkan keduanya. Ketakutan telah pergi entah kemana, terbawa angin laut.
Tahun berganti, Dermaga merasa sepi. Menyadari mimpi mereka hanya harap yang tidak bisa diwujudkan. Dini hari, Dermaga melepas jangkar Kapal. Melepas impiannya yang dibangun bersama Kapal. Melepas harapnya setelah bertahun-tahun tanpa kepastian. Melepaskan Kapal yang tidak pernah ingin berlayar menjauh darinya.
Kapal tahu, jangkarnya telah diangkat. Tali-tali yang mengikat telah dilepaskan. Dermaga menginginkannya pergi, memintanya berlayar, menemukan tempat berlabuh baru baginya. Kapal hanya dapat melihat dari jauh, Kapal lain bergerak pelan menuju Dermaganya yang sunyi. Berlabuh dan menggantikan posisinya.
Lalu aku pergi seperti kapal yang tidak pernah ditemukan. Dihajar ombak, dirobek karang. Tenggelam di dasar lautan, membusuk, dan tidak pernah ditemukan.
*terinsipirasi dari lantunan musik Gardika Gigih Pradipta


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar