marah


Kelak ketika kamu menemukan seseorang yang mendampingimu mengarungi seluruh dunia – kupikir, tidak akan lebih dari separuh bola dunia sebab kita terus menua dan renta serta ajal bisa datang kapan saja- kamu telah mengabaikan janji dan melunasinya sekaligus. Janji tidak akan meninggalkanku dan membangun istana rapuh di dunia yang kejam ini dan melunasinya dengan mengarungi dunia yang menjadi mimpi-mimpimu.
Kamu  membagikan foto-foto bahagia dan pelukan mesra dari kekasihmu di media sosial milikmu – bahkan, aku tak pernah ada di sana, sepotong tangan atau kaki pun tidak. Teman-temanku yang diam-diam berdiri di belakang memerhatikanku yang sedang menatap fotomu. Kukatakan kepada mereka, mantan kekasihku telah bahagia. Tidak salah dia meninggalkanku, bersamaku impiannya tidak akan terwujud. Lalu aku kan membalikkan badan dan tersenyum kepada teman-temanku.
Lantas aku pergi ke pasar becek dekat rumah. Berjalan kaki tanpa alas kaki.  Membeli dua potong kain kafan, dua-duanya untukku. Satu kusimpan di lemariku, satu lagi kukirimkan kepadamu. Dalam secarik kertas yang kuselipkan di kain kafan itu, kutuliskan, ‘ jika kamu senggang, datanglah dan bawa kain itu untukku. Aku sengaja membelinya agar kamu tak perlu pergi ke pasar becek dan membuat kakimu kotor terkena lumpur dan berbau itu.
Kelak ketika kamu mengatakan akan menikah, aku akan memberimu alasan klassik, aku tak suka keramaian dan pernikahan selalu mendatangkan kerumunan orang yang membuatku pusing dan gusar. Diam-diam, aku berdiri jauh dari keramaian, melihatmu berdiri di atas altar, mengenakan dress putih dan membawa sebuket bunga, dan kekasihmu memegang tanganmu, memasangkan cincin di jari manis kirimu.  Aku akan mengiringi pernikahanmu dengan permainan musik yang paling indah; tangisanku.
Sesampainya di rumah, aku akan menulis berlembar-lembar tentang kemarahanku dan berdoa semoga kamu tidak bahagia – meski kutahu itu hanya akan sia-sia. Nyatanya, yang tidak  bahagia adalah diriku sendiri.
Di hadapan manusia, aku membuat bualan, kelak aku akan bertemu perempuan yang kucintai, menikah dengannya, memiliki malaikat-malaikat kecil dan hidup bahagia. Bualan itu seringkali Kuperuntukkan untuk diriku sendiri. Semacam upaya membuat diriku sedikit bahagia.
Jika aku belum mati dan kebetulan berpapasan denganmu di satu tempat, aku akan memeluknya dan mengatakan maaf tidak bisa hadir di pernikahanmu. Kutambahkan sedikit bumbu, seperti, aku senang melihatmu bahagia. Senang melihatmu memiliki pasangan hidup dan kalian memang pasangan yang serasi.
Bukan hal sulit mengatakan hal itu kepadamu, aku telah melatihnya bertahun-tahun untuk pertemuan yang mungkin tidak akan terjadi ini. Satu hal lagi, aku penulis, merangkai kata bagian dari hidupku.
Mungkin kamu akan mengatakan, senang melihatmu baik-baik saja dan berharap lain waktu bisa mengobrol bersama. JIka itu terjadi, jelas aku akan mengatakan dengan senang hati menerima tawaran tersebut. Bagian ini, akan ku-improve lebih baik lagi nanti.
Jika kelak kamu menemukanku masih sendiri setelah tahun-tahun panjang pernikahanmu, ada baiknya kamu tak perlu datang, mengirimkan surat, atau bertanya melalui telepon genggam. Ini tidak ada hubungannya denganmu. Ini murni risiko dari mencintai seseorang dengan amat sangat dan tidak ingin melabuhkan hatinya ke orang lain setelah orang yang dicintainya pergi meninggalkannya.
Dan satu lagi, jika kamu tak keberatan, tolong beri nama anakmu dengan nama yang telah kita cari dulu. aku tidak menikah dan tidak memiliki anak. alangkah bagusnya jika kamu menggunakannya, sebab aku  tidak berniat memberikannya ke siapa pun.


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar