pesta telah usai



Gadis di sampingku menopang dagunya dengan kedua lututnya, kedua tangannya melingkari lututnya. Gunung yang gagah, jika kau lihat pada siang hari yang cerah, memunculkan perasaan tenang dalam hatimu, kini tak tampak, tertutup jubah malam, tertutup awan mendung. Dia menarik risletting hingga ke pangkal, menutupi lehernya dari serbuan angin yang kian malam kian kencang. Dia menarik jeda setelah satu jam bercerita banyak hal kepadaku.
Aku mengikuti pandangannya, hanya gelap yang kulihat. Awan hitam yang bergerak pelan dibawa angin memunculkan bulan berbentuk bulan sabit. Hanya sekilas, sekelebat, lalu tertutup lagi. Pesta telah usai, suara-suara di ruang tamu mulai hening. Masih terdengar beberapa orang berbicara dengan nada yang lebih pelan.
“Aku akan benar-benar sendiri,” gumamnya. Meluruhkan kakinya, menggapai lantai. Direbahkan tubuhnya pada sandaran kursi, memalingkan wajahnya ke arahku.
“Justru bertambah satu orang yang menyangimu, itu berita baik bukan?”
“Dia tidak menyayangiku dan kehadiran orang baru, hanya akan membuatnya jauh dariku. Aku masih bisa melihatnya, bercanda dengannya. Orang baru itu akan membawanya pergi. Jauh, pergi jauh. Aku akan semakin jauh dengannya.”
“Dia menyayangimu.”
“Dari mana kamu tahu? aku bahkan tidak pernah mendengar dia mengucapkannya.”
“Setiap orang, memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan sayang. Terkadang, kamu hanya perlu membuka hati dan kamu bisa merasakannya. Aku punya rahasia kecil, jika kamu berjanji tidak mengatakannya pada orang lain, akan kuceritakan kepadamu.”
“Aku janji,” katanya sambil mengangkat dua jarinya ke atas.
“satu-satunya, bukan . . . tepatnya, salah satu alasan kakakmu tidak pergi dan menggapai mimpinya melakukan perjalanan seorang diri, menetap jauh dari keluarga dan membangun rumah tangganya dengan seseorang yang cintainya, adalah kamu. Aku tidak bisa melihat adikku yang ceroboh itu gagal dalam hidupnya. Aku ingin dia bisa mandiri, setelah itu aku akan melepasnya, kata kakakmu kepadaku.”
“Kenapa dia tidak mengatakannya?”
“Dia gengsi, sangat gengsi mengakui hal itu tapi dia sangat sayang kepadamu.”
Gadis di sampingku memelukku. Memeluk erat, air matanya meleleh di kausku. Aku mengusap lembut kepalanya. Andai saja kamu jadi kakakku, ucapnya pelan di tengah isaknya. Aku masih kakakmu, meski aku tidak menikah dengan kakakmu, ucapku. Ya, aku ingin menjadi kakakmu, menjadi suami kakakmu, ucapku dalam hati. Hanya dalam hati.
Perempuan itu terkejut melihat adiknya sedang memelukku. kenapa, tanyanya sambil merebahkan pantatnya pada kursi, membuatnya adiknya terhimpit tubuhku dan tubuhnya.
“Aku sayang kamu, Kak,” kata gadis, memeluk kakaknya.
Aku pergi meninggalkan kakak beradik itu berpelukan. Pesta telah usai. Pesta pertunangan mantanku.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments:

Posting Komentar